For best experience in desktop, zoom out the page ([CTRL + -] to 90%)

Rabu, 11 April 2012

Sum-Ut Made Me Semaphut! Part 2

Assalamu'alaikum Warahmatullah, eke kembali cin!

Kali ini di tengah keremangan malam, gua kembali menjamah blog ini. Sebenernya mungkin agak fool untuk meng-post sekarang, tapi berhubung jiwa gua tiba-tiba gundah gulana pengen nulis (sesuatu yang jarang terjadi belakangan ini... If I could tell you) dan pas aja lagi kena insomnia. Gua sebenernya punya kewajiban buat ditunaikan sih, kayak macem PR biologi yang masih belom tahap finishing, dan fisika yang finish line-nya masih harus dikejar. Tapi berhubung mbak-mbak yang motong rambut gua bilang gua kayaknya stress dan terlalu banyak pake otak kiri, sebaiknya gua take a rest for a while.

Mungkin ada saatnya lo berhenti lari dan istirahat, sembari ngerenungin dan mengevaluasi apakah lari lo udah cukup kenceng dan bener.

Oke, seperti biasa, ngelantur ke sejenis curhat colongan.

Gua sedang turn on berat buat ngelanjutin petualangan di Tanah Batak, but first, I want to say that I'm sorry to hear about what happened in Sumatera. Gempa, ibu-ibu di Aceh langsung lari keluar rumah, gendong anak, duduk di jalanan, dan anak-anaknya pada nangis. Eye-witness. May Allah bless us, always. Aamiin.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jadi setelah gua bersemayam dan ikut menjadi ekosistem Danau Toba, akhirnya gua cuma menjalani cinta satu malem sama Danau Toba. Dan di tanggal 24 itu, gua bertolak lagi ke Medan. Gua jalan pagi, dan mau gamau harus nempuh jalanan pegunungan walaupun ga se-ekstrim kemaren. Mata gua kembali mandang pohon-pohon hijau, mau gamau naluri Isabella Swan gua bangkit. Berasa di Forks banget rasanya, but there's no Edward.

Photobucket

Karena kontur jalanan pegunungan selalu jadi sickness sendiri buat gua, akhirnya gua merem-merem ayam sambil pencet-pencet hp. Akhirnya, perjalanan pulang dari Toba gasegalau pas fase keberangkatannya, karena akhirnya, yang selalu gua tunggu muncul di inbox. Ah 24, y u make me smile.... *senyum 10 jari*

Tiba-tiba tanpa sadar, gua tidur dan pas bangun gua udah ada di jalanan yang penuh dengan traffic light. Disamping kanan kiri rame banyak toko. Gua agak shock karena rasanya udah berhari-hari yang diliat cuma tebing, pohon, danau, sesuatu yang natural dan bukan ciptaan manusia. Dan sekarang gua ngeliat peradaban kota yang rasanya udah agak gua lupakan karena keseringan liat tebing *hiperbola*.

Ini adalah Pematang Siantar, yang selalu gua denger namanya, tapi gapernah gua tau rupanya - seenggaknya sampe bulan lalu.

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Karena udah waktunya makan siang, akhirnya mampir ke tempat makan yang masakannya khas Melayu semua. Gara-gara paginya gua cuma makan seuprit, disana jadi makan babon. Makan banyak. Ya Tuhan... Kenapa makanan tipikal banyak lemak, berminyak, bersanten, selalu terasa enak? Contohnya makanan padang, sate, dan banyak lagi yang minyaknya bejibun tapi enaknya ruar binasah... Agree?

Setelah menjarah menu masakan Melayu dan agak ngerasa sedikit over-loaded, mulailah para Ibu-Ibu mencari oleh-oleh. Dari tempat makan itu, langsung beli kacang Sihobok. I knew the rule, I walked with some ladies, so I should be acceptable if they need more time for buying something. Gue beli juga, but less :)

Perjalanan kembali berlanjut dan bakal langsung bablas Medan. Cool, dipinggir jalan banyak pohon kelapa sawit, dan disebelahnya lagi ada tebu. Belom lama Pak Hasibuan pamer kemampuan nyetir, eh Ibu-Ibu minta berhenti karena liat ada yang jual cemilan di pinggir jalan. They bought cemilan again, asked me to eat some, tapi gua cuma bisa geleng sambil nepuk perut. Efek makan babon dan menjarah di tempat makan tadi. Cemilan kali ini adalag sesuatu yang lagi-lagi dibungkus daun dan dalemnya lunak warna putih. Sayangnya gua lupa namanya apa dan bahan dasarnya apa. Jadinya rancu kan, bisa aja lemper atau apa gitu......... -_-

Mobil Pak Hasibuan melaju seperti biasa. Biasa disini maksudnya setara dengan kecepatan cahaya. Mungkin karena udah berhari-hari bareng doi dan sekarang jalanannya agak normal, jadinya udah bisa disebut biasa... -_- Angin menjelang sore menderu kencang dari sela-sela jendela kijang krista yang kebuka dan lagu-lagu berkumandang... Melancholy afternoon.

I know your face
Your eyes
Your lips
Your taste...
I love the way
You know just what to say
It was a Saturday
Remember it's like yesterday she knew my name
Imagine that
I know this road the way that no one goes

So cold, so cold
Baby you're so cold cold

Take it easy baby, we can make it right
Girl you know my love is always on your side
Rest your eyes tonight
You know that my love
is on your side

I love your pretty face
And how it rests on your pillow case
We get in fights
You spend the night
and I don't see how we get this way
But I think we're alright

So cold, so cold
Baby you're so cold cold

Take it easy baby, we can make it right
Girl you know my love is always on your side
Rest your eyes tonight
You know that my love
is on your side
- "On Your Side", A Rocket to the Moon.

Gua senyum, angin sepoi-sepoi, that was great for 24. The song suited me much.
Always be my favorite songs. For infinity, unlimited time-range.

Rasanya jalanan bener-bener flat. Cuma lurus, salip mobil, lurus lagi. Kecepatan Pak Hasibuan emang agak garasional buat jalan di jalanan rame, tapi jalanan cuma lurus dan salip dan lurus lagi. Gua emang aneh, dikasih jalanan pegunungan rasanya kapok, giliran dikasih jalan normal yang gojlak-gajlok aja ga saking mulusnya malah bosen. Manusiawi banget ya gua ini.

Tapi toh Maghrib akhirnya gua melintasi jalanan Medan dan akhirnya galama, sampe ke hotel dan terus pergi lagi nemenin emak ke Meranti. Pengen banget ngomong di telfon, tapi gua diseret ke satu tempat ke tempat lain. Abis dari Meranti, ditarik lagi ke wilayah wisata kuliner Kampung Keling gitu kalo gasalah, isinya banyak orang-orang yang blaster Indonesia-India, tapi kulitnya agak gelap.

Medan is a little bit small, seukuran Tangerang mungkin. Mall dan sarana lain deket, makanya Oni, pemandu tour Medan kita semua, bilang kalo dia gaperlu waktu lama buat keliling cari mall, gereja, dan ke tempat lain karena emang disitu-situ aja dan gampang dihafal. Mau gampang dihafal kek atau apa, tetep aja gua nangis kalo ditinggal.

Sampe di Kampung Keling, I forget what's the common name, actually... Gua menemukan menu Mie Rebus dan yang gua pikir adalah mie rebus ini sama yang kayak di depan rumah gua, yang jualan pake gerobak malem-malem, suaranya tek tek tek. Gua kegirangan setengah mati. Tapi ternyata ada satu pilihan pelik yang melanda gua lagi: Sate Padang. Sate Padang merupakan salah satu godaan terberat gua dan rasanya dilematis banget.

Akhirnya setelah Sate Padangnya gaada yang bagian lidah, gua makan mie rebus, dan alamak!
Photobucket
Ternyata ini wujud aslinya. Kayak mie khas gitu, entah mungkin Aceh?

Mungkin gua terlalu kampung atau terlalu homesick, tapi gua bener-bener ngarep mie rebus itu kayak mie tek-tek depan rumah gua. Sepertinya gua terlalu meng-generalisasikan mie rebus, padahal mie rebus itu banyak rupanya.

Gua kembali nepuk perut dan pengen pulang. Pengen leyeh-leyeh di kasur sambil denger suara orang di Jakarta sana. Tapi gua kembali ditarik dengan Bentor (Becak Motor) buat makan durian.

Jam 9 malem? Kumpul di satu tempat? Buat makan duren? You've got to kid me!
Di rumah aja makan duren kelewat banyak dan kelewat malem ogah, sekarang gua diajak ke pesta durian terbesar abad ini. Mulai roller-coaster mood gua. Niatan gua adalah landing dengan sempurna di kasur dan nelfon, it's 24 by the way! Plus, jam biologis gua udah bilang "Tidur gakluh!" dan perut gua udah bilang "Ampun, ampun... Jangan paksa aku untuk makan! Duren malem-malem... Belom cukupkan aku mencerna hari ini?". Agak gatega juga denger perut gua melas-melas.

Tapi toh ujungnya gua terduduk sambil memandangi lautan duren dan lautan durenvora (spesies pemakan duren). Well, I don't hate durian. I love the smell and it tastes pretty good, but to eat much, I won't. I have my own time and own portion to eat that. Mungkin gua ribet dan bisa aja om Bondan bilang "Ih, ogah gua wiskul sama lo, ribet, katro, kamseupay!", tapi emang bukan dosis gua buat makan terlalu banyak kali ya.

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Dengan jerih payah dan gerakan mengelus perut, gua jejelin duren. Perut gua mengaduh gakuat dan jiwa gua mengaduh mau OTP-an. Terlalu banyak dilema di tempat durenvora itu: Ucok Durian. Pastilah Bapak Ucok ini makan duren 3 kali sehari x 7 hari. Tiada hari tanpa durian.

Sebenernya jumlah durian yang dimakan itu... sekitar 12 duren. Dan setelah duren itu abis, pemimpin wisata kulinernya masih nunggu kenalannya buat ketemuan di tempat durenvora. Ya ampun... Ada aja orang ketemuan jam setengah 11 malem. Gua gatel pengen balik, tapi kuncinya tante pemimpin yang pegang.

Worse than ever, tanggal 24 berujung dengan gua gondok karena gua pulang malem dan telfonan sambil gigit bibir gara-gara sekut. Jauh-jauhan dan jarak emang gapernah enak, apalagi di hari yang harusnya spesial. 24, 24, gua tidur dengan agak heart-break.


On the morning, I woke up a little bit messy. Muka, badan, perut, dan jiwa. Messy. Ada lingkaran hitam di bawah mata gara-gara beberapa hari ini pesta sampe malem. Perut gua gendut dara-gara makan terus. Jiwa gua kembali galau. Tiba-tiba emak gua ngajak jalan pagi naik bentor, akhirnya gua keliling daerah-daerah mahsyur kayak misalnya Istana Maimun, plus boleh berhenti buat foto-foto tempat sama abang bentornya.

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Photobucket

Akhirnya, gua bisa menjejaki Istana Maimun yang kurang lebih isinya:

Photobucket

Ini adalah relief-relief berbahasa Arab di depan Istana Maimun, yang ownernya adalah segala anggota keluarga kerajaan Deli, yang istananya warna dominannya Ijo-Kuning. Kalo dari kemaren yang gua liat gereja terus, sekarang waktunya berkeliling ke lokasi wisata yang bernuansa Islam bhahaha

Dan pas masuk ke dalemnya...

The lobby of Maimoen Palace, Medan is a mother city of North Sumatera Provence
Ini main roomnya. Sebenernya main room-nya itu lumayan gede, isinya ada kayak singgasana, plus sofa-sofa (yang katanya dulu dipake buat duduk-duduk para tamu kerajaan), ditambah banyak foto-foto raja-raja Deli dari dulu sampe sekarang, baju kerajaan (ada yang asli yang umurnya udah lebih dari se-abad, dan ada yang tiruan), plus senjata, foto-foto kunjungan presiden, dan foto-foto kerajaan pas masa penjajahan (salah satu sultan/raja, whatever you call it, pernah ke Den Haag sama Soekarno)

. Guide-nya bilang, Sultan Deli ke-13 mangkat beberapa tahun yang lalu di umur 40 tahun, saat sedang bertugas menjadi TNI di Aceh. Jadi kesimpulannya, Sultan Deli belakangan ini cuma sekedar formalitas dan buat mertahanin tradisi, gaada pemerintahan lagi.

Kalo Sultan Deli ke-13 mangkat, siapa penerusnya?
Penerusnya itu Sultan Deli ke-14, anaknya Sultan Deli ke-13 yang umurnya baru 12 tahun.

Sekarang Sultan Deli ke-14 ada dimana? Sekolah kayak biasa?
Sekarang Sultan Deli ke-14 ada di Makassar, ikut Ibunya, yang juga keturunan Sultan Makassar. Jadi Sultan Deli ke-14 keturunan Kesultanan Deli sama Makassar. Sekolah, sekolah kayak biasa, kayak rakyat jelata. Gaada home schooling gara-gara berasa bangsawan.

Berondong darah biru pekat! Ada yang mau?

The king's seat, Medan is a mother city of North Sumatera Provence

Ini singgasana Kesultanan Deli yang berdesain Timur-Tengah. Sekali lagi, dilarang didudukin.

The lamp above Maimoen Palace, Medan is a mother city of North Sumatera Provence

Photobucket

Lampu-lampu yang gantung di atas itu bikinan Perancis, sementara langit-langitnya buatan Persia dulu, makanya desainnya Timur-Tengah, belom lagi lantainya (di foto main room atas) yang dibikin di Italy. Dan semuanya masih asli, kecuali car-cat temboknya yang di cat berkala sesuai warna asli.

Karo, Medan is a mother city of North Sumatera Provence

Di halaman Istana Maimon, ada rumah adat Batak Karo, karena katanya kebudayaan Melayu kentel Istana Maimun gapernah lepas dari kebudayaan Batak Karo juga.

Cuma sedikit bagian istana Maimun yang kebuka buat umum, sisanya restricted area karena masih ditinggalin anggota kerajaan yang sekarang semua statusnya sama sama rakyat Indonesia biasa. Luas Istana Maimon ini berhektar-hektar dan ada 17 kepala keluarga yang nempatin lahan-lahan istana Maimun ini. Enak ya, kalo lebaran rame...... -_-

Abis Istana Maimun, gua ke Pasar tradisional yang entah namanya apa gua lupa. Disana rencananya mau beli manisan jambu, udah itu aja. Dan abis itu muter-muter buat beli Bika Ambon Zulaykha dan makanan-makanan lain. Sampe hari terakhir gua di Medan, gua masih tetep gasetuju dengan asas Wisata Kuliner yang menempa perut seperti ini...

Akhirnya tengah hari gua packing for coming back! Jakarta, Tangerang, miss you so. Seems like it's been forever since I've been gone... *nyanyi*

Dan the last food in Medan was in a Mandailing Warung. Makan-makanan berupa plate-plate yang disusun di atas meja bak makanan Padang. Ada macem-macem sayur dan olahan menu khas sana, tapi yang gua ambil ayam goreng. Cukup mengukuhkan bahwa selera makan gua terlalu jeblok untuk diikut sertakan di acara Wisata Kuliner. Plus mental belanja gua jelek untuk ikut Wisata belanja. Wah.

Ya, I would rather choose this type of travelling: hanging around with camera and cellphone on my side, walking aroung, discovering good place (plus point if I can get pretty natural sceneries), plus with my loved ones beside, joining me in every adventures I take.

Gua kembali ke Polonia International Airport dengan kericuhan dan kepadatan luar biasa karena bandara rame banget sama orang-orang yang mau ke Jakarta. Pesawat-pun kena delay (lagi dan lagi) dan akhirnya setelah menatapi langit sore di ketinggian sampe langit itu berubah merah saga, dan jadi gelap, gua ngeliat lampu-lampu kecil Jakarta.

...
When I'm gone
My heart is with you
When I'm gone
My heart is with you

I know, I know
I'll always be thinking, thinking about
I hope you know
I'll always call you my home

No matter where I'm going
What I'll do
I'll always come back
I'll always come back to you

And I've got this funny feeling
That I'll be seeing you soon
'Cause I'm coming home
'Cause I'm coming home to you
- "When I'm Gone" , A Rocket to the Moon

Hey there my huge piece of heart in Srengseng, I'm coming home to you. :)
North-Sumatra, Thank you!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar