For best experience in desktop, zoom out the page ([CTRL + -] to 90%)

Jumat, 29 Juni 2012

Melankolisme dan Romantika ala Lautan Lepas

Selamat siang!
Hari ini... Tanggal 25 Juni 2012. Seperti yang belakangan ini simpang siur di kalangan baik ibu-ibu karir ataupun ibu-ibu rumah tangga, gua yakin fenomena ini sedang berlangsung dalam skala akbar: bagi rapor. Oalah... Hiperbolanya bahasa gua hahaha. Baidewei eniwei, udah pada terima rapor? Gimana hasilnya? Mengelus dada sambil menangis terharukah? Atau pulang-pulang dikerangkeng sama emak bapak selama liburan?

Gimana nih yang kelas 10? Hasil rapornya naiknya ke IPA atau IPS, atau bahkan Bahasa? Bagi yang masuk IPA pikirin deh baik-baik... Udah siap ngitung belom tahun ajaran baru? Udah siap mempelajari ilmu yang tidak kelihatan macam fisika belum? Udah kuat iman dan buletin tekad belom? Buat yang masuk IPS, udah siap ngehafal belom? Jam sejarah anak IPS lebih banyak dari anak IPA lho... Udah siap berkutat dengan masa lalu dalam sejarah belom? Udah siap belom belajar ekonomi?
..... Haha I don't mean to scare you, but just make sure that everything you choose, will make you success in the future! Untuk jurusan, bulatkan tekad, kuatkan hati, singsingkan lengan, try to choose with no influence from anyone. Usahain pilih berdasarkan hati nurani dan kemampuan sendiri, karena itu buat hidup you you yang menjalani kedepannya.

Ya... Bagi yang kelas 2 naik ke kelas 3, anak-anak SMP dan SMA, mari kita tundukan kepala sejenak. Melamuni hari-hari sekolah yang terasa begitu cepat. Yang baru kemaren UASBN dan pake putih-biru tiba-tiba udah mau UN, dan yang baru kemaren UN dan pake putih-abu abu tiba-tiba mau UN plus SMPTN. Mari kita berangkulan sambil berteriak bahwa ada satu tempat untuk kita yang baik di masa depan, semoga impian dan cita-cita kita terwujud, aamiin!

Cukup dulu opening yang sangat epic-nya dari gua.
Di saat-saat orang-orang bagi rapor hasil perjuangan remedial sambil bercucuran air mata dan memantau SAS Buffer setiap harinya dengan was-was, gua malah escape the life and went into somewhere I've never been in: Kepulauan Seribu. Pulau yang korupsi nama karena sebenernya jumlah pulaunya ganyampe seribu, tapi cuman setengahnya alias 500-an. Kepulauan yang katanya airnya jernih bagaikan mutiara padahal letaknya dengan perairan yang bisa bikin ikan ter-strong di dunia mati keracunan sama substansi kimia di airnya yang menyebabkan airnya berwarna hitam...


Please welcome, the Thousand Islands!


Sat, June 23rd, 2012
Muara Angke
07 a.m

Di tengah kengantukan gua yang amat sangat ngantuk setelah sebelumnya having a late packing, mata dan jiwa gua terbangun di tengah-tengah hiruk-pikuk metropolitan Jakarta Utara. Di tengah hingar bingar knalpot kendaraan yang saling serobot buat masuk ke Pasar Ikan Muara Angke yang tersohor, gua akhirnya sadar dan dibangunkan oleh bau khas Muara Angke, bau ikan dicampur dengan campuran bau-bau yang gajelas dari mana asalnya.


Hari ini pelabuhan Muara Angke lebih rame dari sebelumnya. Mungkin karena udah deket-deket bagi rapor, anak sekolah juga mulai liburan. Banyak anak-anak ABG yang bawa-bawa gitar, tas supergede, dan sepatu-sepatu VANS (plis banget ini.... ke Muara Angke yang superbecek2012 pake VANS? Are you trying to kid me?). Beberapa bule seliweran dan bertingkah excited, seolah-olah hingar bingar manusia diatas tanah Muara Angke yang becek dengan genangan air kehitaman, dan bau khasnya belom cukup menurunkan kadar ke-excited-annya...


Di balik semua hal-hal yang bisa dibilang tidak bagus dari Pelabuhan ini, ada satu big question yang pastinya clouding up our heads:
"Apakah pemerintah melihat ini?"

Dan sekarang, mumpung udah deket-deket pemilihan gubernur Jakarta, saya menghimbau Jakartans yang punya hak pilih untuk memilih dengan bijak. Jakarta is a big city with high amount of citizens, belum lagi citizens-nya beranekaragam dan bercampur dengan bule. Kompleks emang, Jakarta yang glamorous ini ditimpa berbagai macam kemalangan: mulai dari macet, rakyat miskin, sampe akhirnya permasalahan tata kota dan perawatan lingkungan.


So I personally think, Pulau Seribu adalah salah satu pesona Jakarta yang belum terjamah ke-glamoran dan hingar bingar berlebihan. Dan there are 2 ways to get to Thousand Islands: naik speed boat super ekskulsif dari Ancol secara private, atau naik kapal kayu (or what my mom usually call: kapal kotok) dari Muara Angke dengan harga yang relatif lebih murah tapi harus bareng orang lain. 
Banyak orang memilih cara ke 2 untuk ke Pulau Seribu, termasuk para bule. I personally think, seharusnya di lingkungan pelabuhan dibuat lebih bagus, kayak misalnya jalannya diperbarui, bukan lagi jalanan becek dan kebersihannya lebih dirawat. If the infrastructures are done and getting better, people will enjoy the trip to Kepulauan Seribu, won't them? Karena udah bagusan dikit, turis juga gaakan ilfeel, apalagi turis dari luar negeri yang merupakan ladang devisa negara... Negara kita kaya deh! (talk like a business person -_-)


Di dalem kapal kotok, atau with a better name - kapal kayu, kita semua lesehan. It wasn't easy, 2 jam dibuai ombak, bukannya terlena malah pengen cepet sampe karena eneg. Dimana-mana cuma laut, dan pulau-pulau kecil yang semuanya gua kira pulau Pramuka gara-gara pengen cepet sampe. Sea sick isn't a good friend, I swear. Akhirnya setelah 2 jam harap-harap cemas dan menumpukan kepala di lutut, skyline Pramuka mulai keliatan.


Pramuka Island - One of the Islands in Thousand Islands area.
10.15 a.m


WELCOME TO PULAU PRAMUKA!





Pulau Pramuka adalah salah satu pulau yang bentuknya memanjang di Kepulauan Seribu. Menurut selintir-lintir yang gua liat, Pulau Pramuka was born for homestays. Disini, terdapat beraneka ragam tempat bermalam, mulai dari cottage yang berdiri di beach-side (actually Pramuka doesn't have any significant beach like where you can sunbath). Gaada pantai yang landai untuk jemur-jemuran karena semua perbatasan wilayah darat dan lautnya ditadah sama batu-batu yang kuat.

Ada cottage-cottage di pinggir laut (atau lebih tepatnya di deket pemberhentian kapal kotok) dan ada homestay yang letaknya agak di dalem, tapi berupa rumah warga yang disewain. Cottage jauh lebih mahal, sementara kalo homestay agak lebih terjangkau plus bisa pesen makanan ke induk semangnya yang punya homestay, entarannya dimasakin macem-macem.

Mata pencahariannya kebanyakan kayak travel guide (yang nemenin klien mulai dari Muara Angke sampe Muara Angke lagi, to everywhere you want to visit) atau pemilik homestay. Biasanya si travel guide ini juga merangkap atau punya rekan yang punya homestay, jadi ada hubungan kongkalikong diantara mereka.


Gua merekomendasikan bagi anak mall akut yang ingin menghilangkan sindrom-nya untuk tinggal di Pulau Pramuka. The best and the worst thing disini adalah satu-satunya wilayah Jakarta yang bebas mall. Bagi yang sumpek tinggal di Jakarta saking rumahnya ada diantara mall-mall bergengsi, silahkan move! Disini, orang yang gapunya hobby bakal sengsara, karena nothing to do. Really, gaada mall, gaada toko buku, gaada 21, mau kemana lo? Kasian...


Aer Island 
12.30 p.m
Ini bukannya mayat ngapung!




I went snorkling for the first time actually.
Pulau Aer was a great place to have a sight under the water, they said. Dengan geng bang Ucok selaku pendamping travel dan kroni-kroni kliennya yang lain, maka gua capcus di siang hari bolong (saat matahari lagi nyengir-nyengirnya dengan sumringah) ke Pulau Aer, atau dengan bahasa normalnya kita sebut Pulau Air, but actually the real name is Aer). Agak-agak cemas karena baru pertama kali snorkling. Gimana kalo misalnya nanti sepatu kataknya lepas? Gimana kalo nanti tiba-tiba gua kebawa arus terus selamanya ngambang di laut? Gimana kalo nanti kacamatanya lepas terus gua gabisa napas?

Semua kekhawatiran gua yang sangat tidak rasional itu terbantahkan dengan satu kehadiran barang yang sangat bermanfaat. Sejuta pahala buat yang nyiptain. Barang itu adalah pelampung. I know I'm not good enough to swim, baru berenang ecek-ecek kehabisan nafas terus kelelep. Itu baru di kolam berenang, kalo misalkan gua ada di dalam timeline kejadian Titanic dan gua gadapat sekoci, pastilah gua gaselamat.

"Kalo sepatunya lepas terus kaki aku dimakan ikan gimana? Gimana?!!," kata pikiran gua yang sedikit hiperbola dan superlebay2012. 
Akhirnya gua nyemplung. Just like that. Nyemplung. Plung.
I thought that the water are wasn't so deep, so dengan cowardnya campur kepo tingkat tinggi gua mencelupkan muka gua ke air dengan nistanya. Merem melek. Merem. Melek lagi. Uoh. Gaada air yang masuk. Seketika gua mencoba bernapas, tapi gaada yang masuk, gua kena panic attack. Kenapa? Kenapa gua gabisa nafas? Apa gua bernafas dengan insang?

Gua ngeraba-raba leher, tapi gaada insang yang tumbuh. I almost forgot that I should breathe with mouth. Akhirnya gua kecipak-kecipak, dengan agak norak tentunya, karena pertama kali. Prinsip gua: ga norak, ga seru kalo buat pertama kali. Woah, it was great. Seemed like I was a mermaid and the fish are dancing next to me. Terumbu karang berasa bikin musik-musik gitu kayak di film SpongeBob edisi ubur-ubur dugem.

I think it's the way it should be - Bumi emang seharusnya ditumbuhin taneman. Mulai dari ujung gunung sampe dasar laut. Tumbuhan dan hewan itu esensial buat kehidupan manusia. So, when will people notice this? That we as human can't be arrogant, because we need each other? Without plants and animals, what kind of life would that be?

(Ke)Pulau(an) Tidung
03.30 p.m

After being so much norak dan act like the queen of the sea, Tidung islands was coming. Literally, gua gatau apakah Tidung ini cuman satu pulau atau gimana, tapi asumsi gua dan apa yang gua liat di peta, jadi Tidung ini terdiri dari 2 buah pulau yang berdekatan dan disambung sama jembatan kayu dan ujungnya jembatan berbentuk melengkung yang epic banget, dengan nama yang gakalah epicnya: Jembatan Cinta. Dari kejauhan gua ngeliat jembatan itu dan beberapa orang bertengger diatasnya padahal matahari lagi terik banget. 

Ini overview Tidung dan Jembatan Cinta-nya yang epic dan romantis.



Seturunnya dari kapal, terlihatlah halang rintang yang walaupun kelasnya lebih rendah dari Jembatan Sirotol Mustaqim, tapi tetep aja bikin nyali untuk mencapai Tidung jadi ciut.


Jadi kapal bersauh di deket jalan setapak dari kayu. If you see the picture above, ya, jalan setapak itu ada di kanannya jembatan cinta, sementara kirinya itu daratan. Dan seturunnya dari kapal, ternyata ketika jalan setapak itu di zoom in, kayunya itu udah kopong-kopong. Beberapa udah gaada kayunya dan harus lompat. Sementara di bawahnya itu perairan dangkal dan dari atas keliatan permukaan karang-karang yang keras. Gua agak bingung - lebih baik jatoh di perairan yang dangkal tapi dilapisin sama karang-karang keras, beberapa tajam, atau lebih baik jatoh di perairan yang agak dalem yang gaada karangnya? Entahlah. Buat gua, dua-duanya gaada yang bagus. Pelan-pelan gua lompat. Beberapa kayu yang kopong harus dilompatin pake macem lompatan jauh. Berasa Dora the Explorer banget.


Sambil nunggu lompat, tante gua bertengger di atas kayu yang kokoh, tiba-tiba dibelakangnya bertengger juga beberapa bapak-bapak yang badannya tidak proporsional untuk bertengger alias gemuk, ya 3-3nya gemuk dan brakkkk... Kayu itu retak. Suasana tegang. Klimaks. Tante gua mengaduh pelan campur pasrah, apapun yang terjadi, terjadilah, ucap wajahnya. Tapi akhirnya dia berhasil melewati saat-saat klimaks itu dan meluncur bebas menuju antiklimaks dan resolusi.


Tidung, you make me wanna... OO-OOO (Singing like JLS feat. Dev - She Makes Me Wanna). -_-


Tidung: Keep It Clean
Kalo rame, susah clean-nya! 


Semacam ukiran tanda perasaan di tanggal 23
Lebih unyu, dan akan jadi unyu maksimal kalo ngukirnya berdua gitu kan...
Ya semacam lagu Maliq and d'Essentials yang Menari, scene tepi pantai gitu kan
Yeah...
So tomorrow's gonna be 24! Tomorrow's gonna be......... 22! :D 






 Tidung yang sangat kompleks. 
Karena Tidung yang pulau satu ini pulau yang kecil, jadi bisa dikiterin cuman dengan jalan. Sebagian wilayah kosong ga terjamah, seolah-olah terasa tenangnya dan asik buat menye-menye sama yang tersayang. Semacem lagu Kemesraan gitu.  Alah apapula ini. Sementara daerah-daerah tak terjamah itu hanya tersentuh gemerisik angin dan tawa pelan sedikit orang yang duduk di pantai, kebanyakan orang-orang lainnya asik menyiksa Jembatan Cinta dengan cara bertengger di atasnya rame-rame. Jembatan Cinta juga dari kayu, kok, cuma sedikit lebih beruntung aja karena letaknya agak gaterjamah sama air laut yang korosif makanya lebih awet. Perbuatan manusia-manusia di atas sama sekali ga berperikejembatanan.

Sebelum rame, gua sempet nyari-nyari kerang-kerang gitu. Banyak yang bagus, yang bentuknya aneh melingker-lingker setengah kopong, atau yang bentuknya gede, sama warna yang kiyudh. Abis itu, ada satu kerang yang buluk banget. Lapisan luarnya hampir lepas, tapi pas gua balik, kerang itu mantulin warna pelangi pas kena cahaya. How sweet, this kerang is one in the million!

 Nowadays, I'm getting crazy about Toycamera Analog Color editing tools. Tough it's a simple editing program, but the colors are so lovely. Thanks for Lilik and Ogie to put this on.
This is a simple picture I took right from a distance. Jembatan Cinta, melankolis, indah, tak terjamah kerusakan, and made me remembered a love I had in Jakarta, over there in Srengseng.

Lagi-lagi gua mengalami semacam melancholy dadakan yang bener-bener mellow. Air laut yang tenang, matahari yang beranjak senja, angin semilir, suara kapal yang berganung, plus badan yang capek. Plus inbox yang statis. Diem, gaada perubahan. Tetep no new message. "Yes I know, he let me to have a holiday". Tapi kangen itu sah kan? Ga ngelanggar hukum kan? I wished he has been there with me, sharing some wind, enjoy some moment, dan look at each other. Kadang gua yang sedang melankolis agak bikin merinding juga ya, apalagi kalo kemelankolisan gua ditulis disini, bisa-bisa saking bikin merindingnya blog gua diblokir sama blogger lagi...

Matahari beranjak senja. Cantik. Bertengger di atas laut dengan tenangnya, sementara dia sendiri membawa pergolakan dalam tubuh lautan. Memaksa ombak berpacu kencang, membuat pasang semakin tinggi. Sinarnya syahdu-syahdu, dan gua bisa liat wajah orang-orang yang pada capek di kapal dalam sorotan matahari senja. Air laut berkilauan ditimpa cahaya. Angin kenceng. Dan melankolis.
 



Kalo gua tinggal di laut, pastilah gua akan menjadi penggalau yang lebih galau dari sekarang. Semacam penyair dadakan. Awalnya di kota Metropolitan disuruh bikin cerpen aja males, begitu tinggal di laut kerjanya menyair melulu macam Shakespeare.

Laut itu melankolis. Bukan di pinggirannya. Tapi di tengah-tengah, where all you can see is just water... water... sea... without land, but you can still see the sky. Laut itu adalah tempat dimana waktu seolah berhenti, seolah masa depan dan masa lalu itu gaada. Yang ada hanya sekarang. Sea is a place where you don't need to worry about future or what's going to be happened someday. Seolah-olah kita diam, gabergerak, selamanya statis, dan seperti ini. Laut juga bikin kita rindu. Pas baru dateng ke laut, rindunya baru sedikit, tapi begitu berlalu tiba-tiba udah kangen klimaks.

Dia dimana ya... Sama siapa ya... Sedang berbuat apa ya... Eh kok kayak lagu Kengen Band -_- Karena statisnya laut itu, karena seolah-olah we're not moving anywhere, kita jadi mendadak rindu dan takut akan apa yang kita punya, apa yang kita titip di darat sana.

Hati gua bertanya-tanya "Gua lagi ngambang di laut, doi lagi apa ya? Sholat ga ya? Ini kan maghrib..."
Ada sejenis melankolisme dimana I wished he has been there with me, enjoying wind, sharing the moment, staring at each other eyes, dan begitu. Terlarut dalam kestatisan laut dan waktu yang gaakan pernah berjalan. To the endless moment.

Hah, gua yang melankolis terkadang emang suka bikin merinding sendiri. Apalagi kalo gua tulis semua kemelankolisan gua disini... Bisa-bisa saking merindingnya kemelankolisan gua, blogger sampe ngeblokir account blog gia lagi... Serem aja. Untuk yang alergi love stuffs, romantika, dan melankolisme a la gua, tolong, tolong jangan dilanjutin bacanya, nanti kejang-kejang berbusa di depan komputer lho.

Seandainya gua bisa jadi wanita yang seperti laut, walau terlihat statis tapi sebenernya selalu bergerak... Dinamis...
Walau terlihat damai, tapi sebenernya bergejolak, penuh semangat dan gelora...
Walau terlihat aman dan kalem, tapi sebenernya berbahaya, jadi gabisa diremehin... Ea mulai lagi kan.

Aduh melankolisme kelas parah deh di laut lepas -_-

Sampe pulau Pramuka, gua ngeliat beberapa pasangan dimabuk cinta mabok nasi goreng di tepi laut. Suap-suapan sambil senyum-senyum kasmaran tapi minta ditimpuk tabung oksigen. Entah gua iri atau gimana, tapi yang jelas abis makan nasi goreng pake styrofoam itu, setelah mereka asik bersua berlagak mesra, plok! bungkusan nasi goreng itu dibuang ke kolam air asin di belakang mereka, dimana banyak ikan berenang. Dan pas gua melongok, di atas kolam itu begitu banyak sampah. Abis melakukan acara plok ke kolam, pasangan itu beratatapan sampe cinta meleber dari matanya. Gua geleng-geleng kayak anak dugem, padahal di sebelah tempat pasangan itu duduk ada tempat sampah.

Malemnya, gua mencuri-curi waktu buat ngedenger suara yang bisa memacu melankolisme gua tadi di tengah laut. It was good to hear it, the voice I missed. Late of night, walaupun di hati gua numpuk sadness yang dicampur separo disappointment, gua ngeliat jam itu dan berkata, "Well, welcome to earth June 24th".

Sun, June 24th, 2012
Semak Daun Island
09 a.m


 Hasemeleh... Itu di depan plang Semak Daun-nya ada siapa ya. Duh motretnya ngasal.
Semak Daun adalah salah satu pulau mungil yang bahkan lebih mungil dari Pulau Pramuka. Bentuknya bantet, kecil dan sempit. Tapi at least karena kemungilannya itu, dia hidup dalam kedamaian. Sejauh mata memandang, cuma ada 1 rumah penduduk bak gubuk kecil dan satu pos yang agak menjorok ke laut. Beberapa orang latihan snorkling, beberapa lagi kecipak-kecipak di airnya yang tenang dan beberapa ngaso di bawah pohon. Namanya juga semak daun, disini banyak semak-semak dan pepohonan yang bikin suasana tambah damai.

Beberapa alga cokelat sengaja ditanem, beraturan, dan hasilnya berbentuk. Sama kayak Tidung, ada bagian pulau yang rame dan ada juga yang sepi. Lebih banyak bagian sepinya daripada ramenya, contohnya di foto atas, pantainya kosong melompong, mungkin karena kurang landai dan gaasik buat main. Beberapa ayam kate berkeliaran. Ada rumput laut kecil-kecil yang gua cabut terus gua makan sedikit-sedikit, rasanya lebih sepet dari yang dikemasan, karena nyampur sama air laut.

Semak Daun is a great place to camp, I guess. Tenang dan damai, ombaknya juga bersahabat. Who wants to camp over there?

Nusakrambah Island
11 a.m
Nusakrambah adalah pulau kecil, disitu ada restoran, sama penangkaran ikan hiu dan beberapa ikan. I never heard the name before, so I wasn't pretty sure that it was much better than well-known islands.









Bulu babi! Sumpah gerak! *norak




Di pulau ini, bisa ngeliat beberapa hewan laut ditangkar, like what we rarely see, bulu babi, ikan hiu yang kecil-kecil, sama ikan-ikan yang macemnya banyak. I didn't enjoy much this island, but they made a great cumi goreng tepung, enak!

Pramuka Island - Penangkaran Penyu dan Mangrove
12.30 p.m












Yang ini baunya busuk!
 Sebelum pulang, gua lari-larian ke Penangkaran Penyu dan tempat bibit Mangrove. But it was disappointing, tempat penangkarannya tutup karena hari Minggu. Bisa sih buka hari Minggu, tapi massanya harus banyak. Sementara gua hanya membawa sedikit massa. Akhirnya karena pintunya dikunci gua manjat, curi-curi foto dari pager yang kekoyak. Banyak penyu-penyu kecil berenang-renang, dan kabarnya ada beberapa penyu lagi yang mau bertelur. Ada juga penyu yang ukurannya sedeng sama gede, berenang dengan damai di dalem kolam-kolam bak warna biru, kolam yang suka buat teraphy pijat ikan di mall-mall. Sayang sekali gabisa megang-megang... But it was good, lah. Better than not seeing that. Ada juga beberapa penyu mati yang diawetin dan beberapa telor busuk yang ditaro di dalem toples. Pas toplesnya dibuka, bau banget.

------------------------------------------------------------------------------------------------
Jam 1 menjelang setengah 2, gua cao dengan kapal kotok. Kembali ke buaian ombak yang memabukkan. Kembali ke ranah Jakarta dan kesamping yang disayang. Gua gaya-gayaan duduk di depan, deket jendela yang ngedep ke laut. Dan plis banget rasanya eneg. I suggest you jangan duduk di depan karena potensi untuk muntah lebih besar, goyangan ombaknya terasa banget. Better to sit in the middle.

Itulah selintir cerita melankolisme dan romantika lautan. Berminat? Silahkan kunjungi! :)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar