Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh!
Selamat pagi semua!
Halo.... JSYK I feel
a little bit surprised this morning.
Gaterasa, ternyata
kita sudah membalik tanggalan kalender ke bulan Mei, ya. Oh ya, selamat hari
Minggu bagi semua manusia yang merayakannya, kalo gue sih ga, soalnya mau ujian
blok. Huft.
(Baru awal ngepost
udah curhat)
So here, I will face
last examination(s) in this semester, even in this study-year (you can call it
so). Why I said EXAMINATION + S? Ya karena emang harus plural diucapkannya --
nicaya bulan Mei ini gue akan menghadapi ujian blok, ujian praktek laboratorium,
ujian pemeriksaan fisik, dan ujian tahunan, dimana materi selama 1 tahun
diujiin semua. Mantep ga tuh?
Dan kabar baiknya,
gue mulai ujian selasa besok.
Dan gue malah ngetik
disini.
I don't know, setiap
gue akan ujian atau sedang ujian, gue pasti nulis blog, dan mengabaikan hati
nurani gue yang menjerit-jerit: "Oh brain, please we should work on team!
I have a desire to study and you should gather with me!". Cuma, keseringannya
otak gue menolak dengan halus; dengan mengirimkan sinyal mengantuk dan butuh
istirahat ke mata gue. Atau ngirim sinyal laper. Jadi demonstrasi yang
dilakukan oleh hati nurani gue terabaikan.
Oke cukup curhatnya,
semoga gue segera diberikan hidayah oleh Tuhan.
---------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jadi ceritanya, beberapa minggu yang lalu, sekitar tanggal 26 Mei, gue ikut trip murah gitu ke Pulau Seribu. Awalnya, karena ada orang iseng yang buka-buka website terus nemu trip murah gitu... Gue jadi tergoda ikut. Budget nggak nyampe 100 ribu, bisa wisata seharian tanpa uang gono gini lagi di tempat wisata, kapan lagi?
Jadi ketika gue buka
dompet dan ada 100 ribuan selembar di dalemnya, di akhir minggu, gue bilang
"Okay, Fir.
Let's go. Book some for us"
Begin.
Gue terbangun dengan
alarm ganda yang di stel untuk berbunyi 5 menit sekali. Gue merem-melek dan
sukses bangun. Buru-buru gue mandi, dan berkemas-kemas ----- gue selalu
berkemas-kemas di waktu yang mepet, itulah yang membuat gue agak sedikit ngaret
kalo janjian.
Gue lari-lari kesana
kemari, ngisi botol aqua, bawa bekel, sampe milih alas kaki yang tepat. Ini
semua gue lakukan biar gaada budget gono-gini yang nantinya bakal makin
menambah cost perjalanan.
Setelah heboh-heboh,
akhirnya gue berangkat. Jadwal keberangkatan jam 9 pagi, kumpul di Muara Kamal,
Jakarta Utara. At first gue harus cao dulu naik kereta terus turun di Rawa
Buaya. Jadilah gue celingak-celinguk di depan stasiun Tangerang, nunggu kedatangan
kawan seperjalanan (atau kawan hidup?). Seburu-burunya gue, ternyata dia lebih
ngaret! Hahaha
Kereta melaju mulus,
dan ketika gue sampe Rawa Buaya, matahari masih agak malu mengintip. Stasiun
sepi dan hening, gaada suara-suara kendaraan, karena letaknya emang jauh dari
jalan.
Setelah (berlelah-lelah) jalan keluar stasiun,
barulah kerasnya ibukota menampar gue. Pertama-tama, karena buta kendaraan dan
trayeknya, harus nanya-nanya dulu bak traveler kesasar di negeri orang. Kedua,
nyetop angkot agak ribet karena jalanan udah mulai rame. Yang ketiga,
perpindahan dari kendaraan satu ke kendaraan lain agak susah, harus nyebrang
(you know jalanan Jakarta? Kalo gatau, silahkan mampir!) dan belom lagi
kendaraan menuju Muara Kamal adalah mobil carry ber-plat hitam yang
penumpangnya itu disumpel-sumpelin kayak ikan teri dalem kemasan :")
Since kita mau
travelling murah, gono-gini yang seperti itu masih acceptable buat gue ;)
Sesampainya di Muara
Kamal, masih harus jalan lagi ke meeting point-nya, dan itu ngelewatin pasar
ikan. Jakarta Utara emang terkenal dengan atribut "Banyak ikannya",
"Ikannya murah", "Banyak kalinya", "Jakarta Utara itu
Muara Angke ya?", dan sebagainya. Dan sebagai traveler ber-budget kecil,
gue emang harus menoleransi banyak hal. People can go to Marina and get
themselves nice boat, while I should walk on some "dark water" using
sandals, smell fishy odor, to get a conventional boat.
But, I'm still okay with that, sesuatu yang
cantik dan enak gadateng dengan mudah -- pasti perlu usaha.
Setelah perjuangan
selesai, gue sampe di meeting point, dan menunggu dengan manis sambil sarapan.
Jam 9, angin laut
berhembus pelan, matahari bersinar cerah, ... Dan traveling dengan modal cekak
dimulai!
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------
1st destination: Kelor Island
Pulau Kelor adalah
suatu pulau yang termasuk Kepulauan Seribu, yang jarak tempuhnya sekitar 30-40
menit dari Muara Kamal. Siluetnya dari jauh keliatan cantik, dengan bangunan
kecil di tengahnya, dan gersang -- cuman ada 1 pohon besar di area itu. I can swear,
the island is even smaller than Taman Mini. Kecil banget, bisa dipake jogging
kelas ringan. Tapi siapa juga mau jogging di pulau segersang itu...
Dari jauh, pulau itu
dikelilingin batu-batu buatan yang kayaknya berfungsi sebagai barier antara
pulau dengan ombak. Ya, semacem karang artifisial gitu, supaya abrasinya nggak
terlalu berasa. Akhirnya setelah terkagum-kagum ngeliat dari jauh, kita dipersilahkan
turun dari boat.
Emang waktu
keberangkatan agak ngaret, karena ada anggota tour yang telat (well, really
Indonesian, maybe) dan harus ditunggu. Jadi begitu disuruh turun, penumpang
kapal pada kalap pengen cepet-cepet turun, karena ngaret berarti waktu
jalan-jalan juga kepotong. Karena kengaretan itu juga, jadi kapal kita gabisa
menepi dengan baik karena kapal-kapal lain udah duluan nepi. This is what I
hate the most about getting out of a boat -- kita harus ngelompatin kapal-kapal
lain untuk bisa turun. Dan gue merasa sangat, sangat limbung dan mabok untuk
melompati satu-satu kapal yang bergoyang-goyang ngikutin ombak. Untungnya ada
kawan seperjalanan alias kawan hidup yang siap membantu...
Okay, for short and
for instance, I'll arrange narratives below pictures. Keep scrolling! ;)
Kelor dari kejauhan. Gersang, sangat, gue akuin. Tapi siluetnya cantik. Airnya jernih. Ditambah sisa-sisa reruntuhan yang sama sama warna benteng dan beberapa karang artifisial dari beton.
Landscape dari Kelor, as you can see. I swear to God airnya bener-bener cantik warnanya! I just wonder how if Muara Kamal ---- or even Muara Angke's water looks like this.
Get your sight closer.......
Jadi menurut cerita tour guide, di Kelor ini pada zaman dahulu kala berdiri kastil (as you can see, of course) dan emang lebih lebar dari ini. Yang tersisa sekarang cuma kastil bagian inner-nya, tempat penjaga suka pada minum-minum dan istirahat.
Overall view dari Pulau Kelor. Cantik ya? Kayak somewhere in Mediterannean gitu. Huft.
Sekali-kali majang foto gue gapapa ya?
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
2nd destination: Onrust Island
Pulau Onrust adalah
pulau yang dilengkapi plang "Taman Arkeologi Onrust", kalo gasalah,
pokoknya plang itu memperkukuh eksistensi pulau Onrust sebagai gudangnya
peninggalan. Beralasan sih, begitu masuk pulau, gue bisa liat kayak ada menara
pantau (tapi bukan mercusuar) a la Belanda gitu. Dan abis turun dari kapal,
langsung bisa liat bangunan semacem rumah tua gaya Belanda yang ternyata adalah
museum peninggalan penjajah Belanda.
Onrust adalah pulau
yang berbeda jauh dari pulau pertama, Kelor, baik dari segi luas maupun
landscape-nya. Pulau Onrust adalah pulau yang rindang (terlalu rindang malah)
dan ada bangunan tua yang di rawat dengan cukup baik (di pugar dan
direvitalisasi), dan juga gaada pantai landai untuk kecipak-kecipuk kayak di
Kelor, semuanya di beton gitu untuk menghalau abrasi, mungkin. Dan dari segi
luas, Onrust lebih luas.
Onrust tadinya
adalah tempat perbaikan kapal-kapal VOC. Dan semacem jalur transit kapal-kapal
dari luar yang mau dagang di Batavia. Tapi yang mengherankan, pulau ini
agak-agak gaenak hawanya. Entahlah, apa gue yang terlalu cenayang (?) atau
emang begitu nyatanya, tapi suasana Onrust agak ganyaman. Jadi pertama gue coba
keluar masuk museumnya, dan ya museumnya seperti layaknya museum biasa, cuman
agak suram karena Onrust memang terlalu rindang.
Disebelah museum,
ada sebuah gedung lagi, gabesar dan gakecil. Gue coba ngelewatin disitu, dan
sepi. Banyak daun-daun berguguran. Gedung itu gabisa dibilang kotor, tapi
kesannya angkuh dan "gamau diurusin", gitu. Gue keliling, ada kolam
lingkaran di tengahnya, ya dalam imajinasi gue sih kayak tempat berendem
jacuzzi, tapi yakali deh jacuzzian di tengah laut di tahun 1920-an... Terus
disebelahnya kayak ada jendela-jendela yang diteralis, tapi teralisnya sama
sekali ga classy -- lebih mirip sel penjara. Plus, biliknya itu kecil-kecil.
Suasana agak spooky.
Hening. Dan seperti ada yang mengawasi. Gue adalah orang yang percaya dengan
insting, everything that has soul are given an instinct and an instinct will
help us determine which one is good or bad. So I started hiding my camera and let
myself heard what instinct told me to do: jangan memotret. Nanti liat yang
aneh-aneh lagi...
Setelah ngelewatin
rumah spooky itu, gue lanjut jalan ke sebuah areal yang lebih suram lagi,
isinya kuburan. Di sini banyak batu-batu nisan gede ala-ala barat kuno gitu,
kesannya gothic, yang semuanya berdiri di bawah pohon beringin besar. Pernah
nonton film Kuntilanak-nya Julia Estelle? Kan ada pohon beringin tuh di deket
kos-annya Sam, nah gitu deh pohon beringinnya. Ada sekitar 40 kuburan disana,
katanya sih penduduk Belanda disana yang kena wabah penyakit tropis.
Yup. Dibawah pohon beringin ala-ala kuntilanak banyak kuburan gothic dengan nisan segede-gede gaban. Jumlahnya ada sekitar 40. Mungkin kalo diitung ganyampe segitu karena ada beberapa yang emang agak hancur.
Kuburan pribumi, sederhana.
Tanpa nisan megah, bahkan tanpa nama. Cuman dibatesin bata doang, lagi. Apa karena di dalemnya ada jasad pemberontak?
Atau mungkin sejak jaman dulu pribadi Indonesia adalah orang yang sederhana ;)
... Kesederhanaan yang makin lama makin hilang, setelah sekarang semua gila-gila tentang kualitas dan label high-class. Um, no offense ;)
Batu nisan ala gothic dan pemandangan dari pemakaman. Peaceful yet spooky, sih sebenernya.
Abis itu gue dikasih makan sama pihak penyelenggara tour dan makan dipinggir pantai sambil liat beberapa bule kurus berseliweran dalam rangka pemotretan buat majalah fashion. Dengan 89.000 bisa keliling 3 pulau, termasuk makan di tepi pantai, dan cuci mata liat model cantik dan ganteng...
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
3rd destination: Cipir a.k.a Khayangan Island
Tour guide gue
bilang, destinasi ketiga adalah pulau Cipir. Ternyata Pulau Cipir sama Onrust
tuh deket banget. Ibaratnya sebrang-sebrangan -- kalo ada jembatan
penyeberangan pasti jadi enak. Gue agak meragukan validasi nama Cipir, soalnya
di sejenis prasasti pengesahan (or whatever the name is...), tertulisnya Pulau
Cipir atau Pulau Khayangan. Lah, jadi yang mana toh...
Setelah mencoba-coba mencari jawaban kenapa harus ada rumah sakit, akhirnya gue nemu sebuah plang yang menjelaskan kalo jaman dahulu kala, disaat pengetahuan medis belom secanggih sekarang, orang-orang di wilayah Onrust-Cipir kena wabah penyakit Leptospirosis, penyakit yang main cause-nya adalah bakteri. Somehow, the tour guide had said once sebelumnya orang-orang disini kena demam, terus meninggal gatau kenapa setelah sekian lama dibiarkan demamnya.
Gue gatau apakah itu
bener Leptospirosis dari segi sejarah, tapi emang beralasan, kalo infeksi
bakteri didiemin lama-lama, emang bisa jadi parah terus meninggal, gakayak
infeksi virus yang (beberapa atau rata-rata) bisa sembuh sendiri...
Di Pulau Cipir,
waktu gue lebih lama, gakayak di 2 pulau sebelumnya yang kesannya agak
diburu-buru. Kata tour guide-nya boleh berenang, karena emang di pulau Cipir
ada pantai yang landai dan ombaknya juga gaterlalu besar. Gue pengen sih
berenang, cuman banyak banget orang di pantai dan lagian, kalopun bawa baju
berenang... Bilasnya dimana? Di Pulau Cipir, toiletnya sedikit dan mengingat
banyaknya peserta tur... Masa iya, ganti baju dan bilasnya harus di balik
puing-puing bangunan rumah sakit...
Akhirnya gue
mengurungkan diri untuk ganti baju dan harus puas dengan berjalan-jalan.
Padahal angin sore hari itu enak banget dan cuacanya syahdu-syahdu gimana gitu,
pokoknya sejenis "IT'S A NICE DAY TO SWIM RIGHT IN THE OCEAN",
padahal siangnya matahari rasanya cuman 1 cm di atas kepala -- ditambah
siangnya gue ada di Pulau Kelor yang pohon gedenya cuman 1, rasanya uap dari
neraka mulai menjalar ke bumi (... Oke, hiperbola).
Gue terus
berjalan-jalan dan akhirnya sampe ke ujung pulau. Akhirnya gue memutuskan untuk
duduk-duduk di tepi tanggul sambil ngeliat pulau Kelor dan Onrust di
sudut-sudut. Ternyata 3 pulau ini deketan dan membentuk semacem jalur gitu,
jadi aksesnya gabegitu susah. Pantes tur ini bisa kelar cepet dan bisa pasang
harga murah. Jam setengah 3 sore, angin bertiup sok-sok menghanyutkan dan ombak
mulai tinggi, bak suasana pantai jam 5 sore. Matahari sembunyi dibalik awan,
tapi semburat oranye-nya masih bersemu malu-malu.
Pulau Seribu, somehow, is one of the best places for drowning yourself in melancholism. Walaupun pulau Seribu emang selalu menggoda jiwa-jiwa yang melankolis (take me as an example), tapi entah kenapa gue gamau kalo misalnya ketinggalan kapal terus gabisa pulang dan harus stay di pulau yang gue kunjungin hari ini. I don't know, somehow Pulau Seribu and three islands I visit today, were amazing. Tapi yang gue rasa sepanjang hari ini adalah 3 pulau ini galayak tinggal, apalagi untuk nginep, karena emang somehow maybe they had a bitter history... And there are so many souls died there -- dan apakah penanganan jenazahnya appropriate atau nggak, kan masih misteri. Intinya sama aja kalo gue nginep disitu, gue nginep di areal pekuburan.
Pulau Seribu, somehow, is one of the best places for drowning yourself in melancholism. Walaupun pulau Seribu emang selalu menggoda jiwa-jiwa yang melankolis (take me as an example), tapi entah kenapa gue gamau kalo misalnya ketinggalan kapal terus gabisa pulang dan harus stay di pulau yang gue kunjungin hari ini. I don't know, somehow Pulau Seribu and three islands I visit today, were amazing. Tapi yang gue rasa sepanjang hari ini adalah 3 pulau ini galayak tinggal, apalagi untuk nginep, karena emang somehow maybe they had a bitter history... And there are so many souls died there -- dan apakah penanganan jenazahnya appropriate atau nggak, kan masih misteri. Intinya sama aja kalo gue nginep disitu, gue nginep di areal pekuburan.
Well, that's more or
less of my opinion. Will you think as same as me after reading the whole story?
Jam 3, gue dan si
bro akhirnya memutuskan untuk minggat, balik ke kapal sebelum ketidakinginan
gue menginap menjadi kenyataan... Alias ditinggalin kapal. Ternyata gue
termasuk yang paling akhir balik dan nggak dapet tempat duduk, jadilah gue
ngeleseh di pinggir kapal dengan gaya sok macho. Dan gue perlahan, meninggalkan
siluet pulau-pulau (terseram) yang pernah gue kunjungi dengan rasa lelah yang
banget-bangetan dan ganyantai, dan punggung yang pegel banget akibat ngegembol
tas yang super berat.
Sampe Muara Kamal,
gue akhirnya dihadapkan kembali dengan kenyataan bahwa rumah gue masih sangat,
sangaaaaaaaat jauh. Gue kembali menjadi cewek strong setelah sempet kebawa
melankolis di tengah laut. Kembali berdesak-desakan di omprengan mobil Carry,
kembali nyebrang di jalanan Jakarta, kembali naik turun dan digencet di angkot,
dan juga kembali naik kereta -- dengan kenyataan bahwa kereta penuh banget dan
niat gue untuk leyeh-leyeh di kereta sirna seketika, karena gue harus berdiri.
Thank you for reading!
And keep scrolling, xoxo.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
// The writer is now on her examination week (s) and she's gonna have a clinical skill exam (where she will see half naked people on a bed) and also a test that covers all materials in a year. She is also gonna have her scores announced, so she asks you to pray for her sincerely, cause she's right now desperate and having bad dreams.
//Requiems of nightmares.
Wish me luck! :))) ;*
Tidak ada komentar:
Posting Komentar