Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh!
Apa kabar semuanya?
Lama nggak nge-post ya kayaknya gue ini! Haha, lately I have been out of my
routine -- nggak ada buku tebal, nggak ada tugas-tugas L.O, nggak ada dosen,
nggak ada mikroskop dan preparat, nggak ada kemeja dan celana bahan -- I am
officially hanging books and white coat! Liburan!
Pertama-tama gue
mengucapkan terima kasih untuk reader, if there's any, yang ikut mendoakan gue
pada post kemaren -- saat gue lagi setengah mati desperate soal ujian beruntun
yang membuat hidup gue gonjang-ganjing. Masih terekam dalam memori gue betapa kemaren
gue melewatkan malam-malam dengan kopi dan kertas-kertas materi kuliah yang
berserakan di atas kasur (I kid you not) dan perasaan yang bener-bener minder,
karena gue merasa gue nggak pernah bisa belajar sekeras orang lain. Plus,
setelah ujian itu gue keluar dengan lemes-lemes bahagia: lemes karena soalnya
bikin pengen banting dekan (BECANDA YA DOK) dan bahagia karena akhirnya
semuanya berakhir -- walaupun hasilnya seburem pikiran gue yang bingung mau pilih capres yang mana.
Setelah ujian itu
berakhir, gue masih harus digantungin pihak fakultas dan kampus. Nunggu nilai
yang nggak jelas nasibnya -- nunggu hati yang nggak jelas baliknya -- apa deh.
Gue ini, suka salah fokus. Sampe suatu kesempatan gue sempet bolak-balik kampus
cuman buat ngecek apakah di mading udah ada nilai. ... Dan akhirnya saat nilai
itu beneran keluar, gue cuman bisa liat hasilnya di line, temen gue yang
potretin. Alhamdullilah, hasil gue memuaskan, and I wouldn't survive those
weeks created in hell without such motivators as WHOLE family, Firdaus, fellas,
and of course you, readers! I send you tons of thank you!
Oke, jadi gue
bener-bener gabut. Like really unclear.
Setiap hari gue
nggak tau gue ngapain. Begitu sadar hari udah petang, dan begitu sadar malam
udah berganti subuh. Mungkin gitu esensi liburan ala kuliah -- you should do
the things you can't do, dalam kasus gue, adalah doing nothing.
Tapi waktu terus
berjalan, dan gue nggak ingin tiba-tiba saat gue tersadar, gue udah beruban dan
duduk dikelilingi cucu gue -- mereka minta gue cerita tentang masa muda gue dan
gue nggak punya apapun untuk diomongin.
Jadi, tiba-tiba
suatu ide terlintas dalam pikiran gue, gue akan berburu buku.
Dan mengisi otak gue
dengan imajinasi-imajinasi yang biasanya diburemin sama tugas-tugas dari dosen.
Dan mungkin mencicil
menulis -- apapun itu.
Nggak perlu
grasa-grusu.
Asal ada movement.
Dan mungkin gue akan
bisa menjadi seseorang yang lebih dari seorang mahasiswa normal.
Still questioning a
bit about that. But yes, just skip.
Gue mengitari
ibukota. Mulai dari Senen, Kwitang, sampe ke Pasar Festival, dan kemudian gue
lanjutkan ke Mall WTC Matahari Serpong, dan ke Blok M.
Di Senen dan
Kwitang, found nothing -- buku-bukunya agak nggak menarik minat dan penjualnya
agresif. Di Pasar Festival, Rasuna Said, ternyata ada toko buku yang koleksi
buku, majalah, dan komik jadulnya bagus. Dan di tumpukan yang terasa malesin
untuk dijamah, ternyata ada buku bagus. Buku tentang HOME REMEDIES -- 1000 Ways
to heal yourself dan buku lainnya tentang kedokteran dan obat. Wow. Buku-buku
itu tebelnya alamak banget, buat gebuk maling kayaknya bisa pingsan, tapi
harganya murah.
Perjalanan mencari
buku gue lanjutkan ke WTC Matahari. Pst, bagi rakyat Bumi Serpong Damai dan
sekitarnya, di WTC ada toko buku. Dia nempatin space yang dulunya Gramedia.
Disitu, dia jual yang lumayan lama (at least you can't find many of them in
bookstores anymore) dengan harga yang murah. Namanya Metro kalo nggak salah.
Mungkin lo bakal menemukan buku impian lo, dengan sedikit usaha
ngobrak-ngabrik. Di sana gue menemukan serial Wicked Lovely punya Mellisa Marr
-- akhirnya koleksi gue lengkap, dan serial Ingo Helen Dunmore. Jujur, gue
pengen buku itu dari lama dan... Setelah membaca, gue percaya, gue nggak salah
pilih.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Helen Dunmore
menyeret gue ke Pondok di pinggir pantai.
Di pondok itu, hidup
1 keluarga. Bapak, Ibu, 2 orang anak, yang satu laki-laki, yang satu perempuan.
Anak laki-laki, si sulung, namanya Conor dan anak perempuan, si bungsu, namanya
Sapphire. Mereka hidup berbahagia di tepi pantai, sampe akhirnya Bapak dari
keluarga ini menghilang di tengah laut pas lagi naik kapalnya, Peggy Gordon.
Anak-anaknya itu
kalut banget Bapaknya hilang di laut, tapi mereka optimis. Nggak ada jasad,
nggak ada tanda-tanda perahu bapaknya karam -- Bapaknya menghilang gitu aja.
Mereka pikir bapaknya masih hidup.
Beberapa bulan
setelah menghilangnya sang Bapak, Conor, si anak sulung, sering main di laut.
Sampe berjam-jam nggak pulang-pulang. Pas pulang basah kuyup. Mainnya di
karang-karang pula. Si adek yang khawatir, Sapphire, ngebuntutin kakaknya.
Sebagai seorang adik yang baik, dia kepo, kakaknya ngapain aja sih di pantai --
jangan sampe kejadian yang terjadi sama Bapaknya terulang lagi. Pas dia intip,
ternyata kakaknya duduk di batu karang sambil ngobrol sama cewek yang lagi
berenang.
Mulai saat itu,
Sapphire sering mendengar panggilan-panggilan aneh dari arah laut. Kadang dia
begitu terlena sama panggilan-panggilan itu. Dan akhirnya, tanpa sadar, dia
udah di tengah-tengah perairan berbatu karang dan siap nyelam -- sampe ada satu
sosok laki-laki yang muncul dari dalem laut, Faro, menyapa Sapphire.
Sapphire dan Conor
terjebak. Panggilan laut yang memabukkan, Faro dan Elvira, perseteruan antara
dunia laut, udara, dan tanah, sampe misteri hilangnya Bapak, semua jadi nyampur
ggak karu-karuan dan saling terhubung. Sapphire dan Conor udah terlalu terikat
sama laut -- dalam hal ini, disebut Ingo, dan seluruh isinya. Mereka adalah
manusia terpilih yang "berdarah campuran" -- dalam artian darah
leluhur mereka mampu membawa mereka mengarungi sudut-sudut Ingo dan mampu
membuat pergolakan di antara kaum Faro dan Elvira.
Ingo adalah buku
fantasi yang mungkin karakter-karakternya mainstream -- mer, alias putri
duyung, monster laut, dan ceritanya menyinggung-nyinggung sihir Tanah, sihir
Ingo. Tapi menurut gue, pengolahannya sama sekali nggak mainstream. Helen
Dunmore menggambarkan sosok Sapphire dengan begitu nyata -- seorang anak
perempuan, di masa peralihan, tiba-tiba kehilangan sosok Ayah yang semasa
hidupnya deket banget sama dia. Tiba-tiba dia menyadari bahwa dia bukan orang
biasa, tapi enggan untuk percaya bahwa dirinya hebat. Cerita inipun dibangun
dari sudut pandang Sapphire.
Untuk disandingkan
di fiksi-adventure, sebenernya Ingo nggak terlalu memancing jantung untuk
sport, tapi keindahan kata-kata Helen Dunmore, sanggup membuat pembacanya betah
berlama-lama megang buku. Di salah satu bukunya, Sapphire harus ngelawan
monster laut Kraken (mungkin pernah denger nama ini somewhere di film Pirates
of Carribbean atau di karyanya Jules Verne, A Thousand Leagues Under The Sea)
yang bakal bikin dunia Ingo, Udara, dan Tanah gonjang-ganjing, namun Kraken di
cerita ini bukanlah monster yang menyeramkan berupa cumi-cumi raksasa atau
gurita, tapi sosok yang maknanya jauh lebih dalam dan berkesan daripada sebuah
monster. Kraken yang punya masa lalu, Kraken yang punya berbagai macam sosok.
Dengan buku Ingo,
Helen Dunmore menjadikan kisah asmara putri duyung dan manusia nggak selalu
berakhir bahagia, dan menyajikan cerita dimana cewek ketemu cowok nggak melulu
membuahkan kasih sayang berupa romantisme, melainkan sebuah persaudaraan. Di
buku Ingo, lo akan diajak berteman dengan paus, berkeliling naik lumba-lumba,
sampe berjalan-jalan ke perairan di seluruh dunia -- gue nggak tau apakah yang
diceritain Helen Dunmore bener apa nggak, soalnya penggambarannya bener-bener
nyata. Oh ya, dan lo akan diajarin bahasa-bahasa Mer juga, bahasa-bahasa asing
milik Ingo gitu. Banyak hikmah di cerita Ingo -- di antaranya adalah semua
manusia itu punya kehebatan. Ada yang tau, ada yang nggak. Dan jika lo punya
kehebatan, lo harus ngasah. Terkadang lo nggak harus memilih mana yang lebih
utama, kalo lo bisa pegang banyak hal.
Buku Ingo sendiri
berupa tetralogi, ada 4 bagian. Ingo, Tide Knot (Simpul Ombak), The Deep (Dasar
Laut), dan The Crossing of Ingo (Penyebrangan Ingo). Yang agak susah dicari
yang The Deep. Gue aja sampe keliling kemana-mana nyari itu, sampe bacaan gue
tertunda sementara waktu -- tapi akhirnya nemu di suatu lapak buku paling ujung
dan mencil di Mall Blok M. :)
Ujung kata, gue akan
bilang, untuk orang yang suka romantisme, atau lebih suka novel yang realistis,
mungkin baca Ingo kurang tepat. Untuk orang yang adventurous, butuh yang
mancing andrenalin, Ingo bukan rajanya -- mungkin lo harus baca Divergent atau
something else. Tapi untuk orang yang imajinatif, tertarik sama makhluk-makhluk
magis, calon mahasiswa Oceanografi atau Biologi Laut, dan suka novel dengan
kata-kata indah dan penggambaran yang nyata sekaligus magis, Ingo adalah
pilihan pas.
Ingo akan membawa lo
jauh, jauh terhanyut dalam ceritanya. Seperti gue yang berenang di Ocean Park
setelah selesai baca Ingo, dan terus berharap gue adalah separuh manusia
separuh putri duyung. Sampe pas berenangpun gue berharap kaki gue akan berubah
jadi ekor.
........... Oke
forget that last part.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------
Intinya, liburan
masih panjang. Dan mungkin gue harus lebih memaksimalkan kinerja gue, being
productive, dan mengasah apa yang nggak bisa gue asah di hari-hari biasa. Kalo
lo, liburan ini mau ngapain? :)
Thank you for
reading, will come back with (more) interesting posts! :p
Tidak ada komentar:
Posting Komentar