For best experience in desktop, zoom out the page ([CTRL + -] to 90%)

Rabu, 18 Juni 2014

Sugesti: The Chronicles of Ingo

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!

Apa kabar semuanya? Lama nggak nge-post ya kayaknya gue ini! Haha, lately I have been out of my routine -- nggak ada buku tebal, nggak ada tugas-tugas L.O, nggak ada dosen, nggak ada mikroskop dan preparat, nggak ada kemeja dan celana bahan -- I am officially hanging books and white coat! Liburan!

Pertama-tama gue mengucapkan terima kasih untuk reader, if there's any, yang ikut mendoakan gue pada post kemaren -- saat gue lagi setengah mati desperate soal ujian beruntun yang membuat hidup gue gonjang-ganjing. Masih terekam dalam memori gue betapa kemaren gue melewatkan malam-malam dengan kopi dan kertas-kertas materi kuliah yang berserakan di atas kasur (I kid you not) dan perasaan yang bener-bener minder, karena gue merasa gue nggak pernah bisa belajar sekeras orang lain. Plus, setelah ujian itu gue keluar dengan lemes-lemes bahagia: lemes karena soalnya bikin pengen banting dekan (BECANDA YA DOK) dan bahagia karena akhirnya semuanya berakhir -- walaupun hasilnya seburem pikiran gue  yang bingung mau pilih capres yang mana.

Setelah ujian itu berakhir, gue masih harus digantungin pihak fakultas dan kampus. Nunggu nilai yang nggak jelas nasibnya -- nunggu hati yang nggak jelas baliknya -- apa deh. Gue ini, suka salah fokus. Sampe suatu kesempatan gue sempet bolak-balik kampus cuman buat ngecek apakah di mading udah ada nilai. ... Dan akhirnya saat nilai itu beneran keluar, gue cuman bisa liat hasilnya di line, temen gue yang potretin. Alhamdullilah, hasil gue memuaskan, and I wouldn't survive those weeks created in hell without such motivators as WHOLE family, Firdaus, fellas, and of course you, readers! I send you tons of thank you!

Oke, jadi gue bener-bener gabut. Like really unclear.
Setiap hari gue nggak tau gue ngapain. Begitu sadar hari udah petang, dan begitu sadar malam udah berganti subuh. Mungkin gitu esensi liburan ala kuliah -- you should do the things you can't do, dalam kasus gue, adalah doing nothing.

Tapi waktu terus berjalan, dan gue nggak ingin tiba-tiba saat gue tersadar, gue udah beruban dan duduk dikelilingi cucu gue -- mereka minta gue cerita tentang masa muda gue dan gue nggak punya apapun untuk diomongin.

Jadi, tiba-tiba suatu ide terlintas dalam pikiran gue, gue akan berburu buku.
Dan mengisi otak gue dengan imajinasi-imajinasi yang biasanya diburemin sama tugas-tugas dari dosen.
Dan mungkin mencicil menulis -- apapun itu.
Nggak perlu grasa-grusu.
Asal ada movement.
Dan mungkin gue akan bisa menjadi seseorang yang lebih dari seorang mahasiswa normal.
Still questioning a bit about that. But yes, just skip.

Gue mengitari ibukota. Mulai dari Senen, Kwitang, sampe ke Pasar Festival, dan kemudian gue lanjutkan ke Mall WTC Matahari Serpong, dan ke Blok M.

Di Senen dan Kwitang, found nothing -- buku-bukunya agak nggak menarik minat dan penjualnya agresif. Di Pasar Festival, Rasuna Said, ternyata ada toko buku yang koleksi buku, majalah, dan komik jadulnya bagus. Dan di tumpukan yang terasa malesin untuk dijamah, ternyata ada buku bagus. Buku tentang HOME REMEDIES -- 1000 Ways to heal yourself dan buku lainnya tentang kedokteran dan obat. Wow. Buku-buku itu tebelnya alamak banget, buat gebuk maling kayaknya bisa pingsan, tapi harganya murah.



Perjalanan mencari buku gue lanjutkan ke WTC Matahari. Pst, bagi rakyat Bumi Serpong Damai dan sekitarnya, di WTC ada toko buku. Dia nempatin space yang dulunya Gramedia. Disitu, dia jual yang lumayan lama (at least you can't find many of them in bookstores anymore) dengan harga yang murah. Namanya Metro kalo nggak salah. Mungkin lo bakal menemukan buku impian lo, dengan sedikit usaha ngobrak-ngabrik. Di sana gue menemukan serial Wicked Lovely punya Mellisa Marr -- akhirnya koleksi gue lengkap, dan serial Ingo Helen Dunmore. Jujur, gue pengen buku itu dari lama dan... Setelah membaca, gue percaya, gue nggak salah pilih.


------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Helen Dunmore menyeret gue ke Pondok di pinggir pantai.
Di pondok itu, hidup 1 keluarga. Bapak, Ibu, 2 orang anak, yang satu laki-laki, yang satu perempuan. Anak laki-laki, si sulung, namanya Conor dan anak perempuan, si bungsu, namanya Sapphire. Mereka hidup berbahagia di tepi pantai, sampe akhirnya Bapak dari keluarga ini menghilang di tengah laut pas lagi naik kapalnya, Peggy Gordon.

Anak-anaknya itu kalut banget Bapaknya hilang di laut, tapi mereka optimis. Nggak ada jasad, nggak ada tanda-tanda perahu bapaknya karam -- Bapaknya menghilang gitu aja. Mereka pikir bapaknya masih hidup.

Beberapa bulan setelah menghilangnya sang Bapak, Conor, si anak sulung, sering main di laut. Sampe berjam-jam nggak pulang-pulang. Pas pulang basah kuyup. Mainnya di karang-karang pula. Si adek yang khawatir, Sapphire, ngebuntutin kakaknya. Sebagai seorang adik yang baik, dia kepo, kakaknya ngapain aja sih di pantai -- jangan sampe kejadian yang terjadi sama Bapaknya terulang lagi. Pas dia intip, ternyata kakaknya duduk di batu karang sambil ngobrol sama cewek yang lagi berenang.

Mulai saat itu, Sapphire sering mendengar panggilan-panggilan aneh dari arah laut. Kadang dia begitu terlena sama panggilan-panggilan itu. Dan akhirnya, tanpa sadar, dia udah di tengah-tengah perairan berbatu karang dan siap nyelam -- sampe ada satu sosok laki-laki yang muncul dari dalem laut, Faro, menyapa Sapphire.

Sapphire dan Conor terjebak. Panggilan laut yang memabukkan, Faro dan Elvira, perseteruan antara dunia laut, udara, dan tanah, sampe misteri hilangnya Bapak, semua jadi nyampur ggak karu-karuan dan saling terhubung. Sapphire dan Conor udah terlalu terikat sama laut -- dalam hal ini, disebut Ingo, dan seluruh isinya. Mereka adalah manusia terpilih yang "berdarah campuran" -- dalam artian darah leluhur mereka mampu membawa mereka mengarungi sudut-sudut Ingo dan mampu membuat pergolakan di antara kaum Faro dan Elvira.

Ingo adalah buku fantasi yang mungkin karakter-karakternya mainstream -- mer, alias putri duyung, monster laut, dan ceritanya menyinggung-nyinggung sihir Tanah, sihir Ingo. Tapi menurut gue, pengolahannya sama sekali nggak mainstream. Helen Dunmore menggambarkan sosok Sapphire dengan begitu nyata -- seorang anak perempuan, di masa peralihan, tiba-tiba kehilangan sosok Ayah yang semasa hidupnya deket banget sama dia. Tiba-tiba dia menyadari bahwa dia bukan orang biasa, tapi enggan untuk percaya bahwa dirinya hebat. Cerita inipun dibangun dari sudut pandang Sapphire.

Untuk disandingkan di fiksi-adventure, sebenernya Ingo nggak terlalu memancing jantung untuk sport, tapi keindahan kata-kata Helen Dunmore, sanggup membuat pembacanya betah berlama-lama megang buku. Di salah satu bukunya, Sapphire harus ngelawan monster laut Kraken (mungkin pernah denger nama ini somewhere di film Pirates of Carribbean atau di karyanya Jules Verne, A Thousand Leagues Under The Sea) yang bakal bikin dunia Ingo, Udara, dan Tanah gonjang-ganjing, namun Kraken di cerita ini bukanlah monster yang menyeramkan berupa cumi-cumi raksasa atau gurita, tapi sosok yang maknanya jauh lebih dalam dan berkesan daripada sebuah monster. Kraken yang punya masa lalu, Kraken yang punya berbagai macam sosok.

Dengan buku Ingo, Helen Dunmore menjadikan kisah asmara putri duyung dan manusia nggak selalu berakhir bahagia, dan menyajikan cerita dimana cewek ketemu cowok nggak melulu membuahkan kasih sayang berupa romantisme, melainkan sebuah persaudaraan. Di buku Ingo, lo akan diajak berteman dengan paus, berkeliling naik lumba-lumba, sampe berjalan-jalan ke perairan di seluruh dunia -- gue nggak tau apakah yang diceritain Helen Dunmore bener apa nggak, soalnya penggambarannya bener-bener nyata. Oh ya, dan lo akan diajarin bahasa-bahasa Mer juga, bahasa-bahasa asing milik Ingo gitu. Banyak hikmah di cerita Ingo -- di antaranya adalah semua manusia itu punya kehebatan. Ada yang tau, ada yang nggak. Dan jika lo punya kehebatan, lo harus ngasah. Terkadang lo nggak harus memilih mana yang lebih utama, kalo lo bisa pegang banyak hal.

Buku Ingo sendiri berupa tetralogi, ada 4 bagian. Ingo, Tide Knot (Simpul Ombak), The Deep (Dasar Laut), dan The Crossing of Ingo (Penyebrangan Ingo). Yang agak susah dicari yang The Deep. Gue aja sampe keliling kemana-mana nyari itu, sampe bacaan gue tertunda sementara waktu -- tapi akhirnya nemu di suatu lapak buku paling ujung dan mencil di Mall Blok M. :)

Ujung kata, gue akan bilang, untuk orang yang suka romantisme, atau lebih suka novel yang realistis, mungkin baca Ingo kurang tepat. Untuk orang yang adventurous, butuh yang mancing andrenalin, Ingo bukan rajanya -- mungkin lo harus baca Divergent atau something else. Tapi untuk orang yang imajinatif, tertarik sama makhluk-makhluk magis, calon mahasiswa Oceanografi atau Biologi Laut, dan suka novel dengan kata-kata indah dan penggambaran yang nyata sekaligus magis, Ingo adalah pilihan pas.

Ingo akan membawa lo jauh, jauh terhanyut dalam ceritanya. Seperti gue yang berenang di Ocean Park setelah selesai baca Ingo, dan terus berharap gue adalah separuh manusia separuh putri duyung. Sampe pas berenangpun gue berharap kaki gue akan berubah jadi ekor.

........... Oke forget that last part.


----------------------------------------------------------------------------------------------------------

Intinya, liburan masih panjang. Dan mungkin gue harus lebih memaksimalkan kinerja gue, being productive, dan mengasah apa yang nggak bisa gue asah di hari-hari biasa. Kalo lo, liburan ini mau ngapain? :)


Thank you for reading, will come back with (more) interesting posts! :p


Tidak ada komentar:

Posting Komentar