Assalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh!
Selamat pertengahan
tahun semuanya!
First, give me a
chance to say HAPPY BIRTHDAY JAKARTA!
Entah ya kamu udah
ulang tahun yang keberapa --- jujur saya nggak hapal, tapi saya ikut mendoakan
yang terbaik buat kamu.
Semoga Jakarta yang
keliatannya semakin glamor seiring dengan pembangunan (khususnya mall-mall)
yang sangat pesat, bisa menjadi kota yang lebih layak tinggal dan lebih
manusiawi.
Semoga proyek MRT
bisa berjalan lancar sehingga transportasi umum bisa jadi jauh lebih nyaman.
Semoga Transjakarta
dan Commuter Line makin ciamik - khusus Commuter Line, gue berharap jumlah
gerbong ditambah, karena gue udah pernah ngerasain yang namanya hari Sabtu
terus disumpel kayak pepes di dalem Kereta Tanah Abang - Serpong.
Dan sebagai
penumpang Commuter Line yang fanatik, masinisnya dan keretanya ditambah dong,
supaya nggak perlu nunggu lama.
Semoga nggak macet
dan nggak banjir lagi (kalo emang nggak bisa, ya mbok dikurangi lah...).
Semoga makin banyak
pohon dan ruang hijau terbuka.
Semoga yang namanya
buang-buang mayat sembarangan nggak marak terjadi lagi (loh, apa
hubungannya...).
Mungkin segitu dulu
ngebahas wish untuk Kota Jakarta, soalnya kalo udah ngomongin Jakarta nggak
akan ada ujungnya, sama kayak cintaku padamu.
Oke, gue salah fokus
lagi.
Intinya, 3 tahun gue
bersekolah di Jakarta membuat gue cukup mabuk kepayang dengan segala sisi
Jakarta, baik cantiknya maupun boroknya. Mulai dari kelap-kelip lampu jalanan
dan gedung-gedung tinggi yang sangat fascinating setiap malam, hingga macet dan
banjirnya yang luar biasa bikin gedek.
Once again, happy
birthday Jakarta!
------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Oke, mungkin Jakarta
hanyalah sebuah noktah kecil di peta, di mana noktah itu hanya di sadari bagi
orang-orang Indonesia dan warga asing yang memiliki kesan akan Jakarta.
Sisanya, nggak tau Jakarta dimana, nggak tau Jakarta adalah bagian dari
Indonesia - atau bahkan taunya Bali adalah ibukota Indonesia, atau bahkan
cenderung mengabaikan adanya negara kepulauan yang besar di atas Australia.
Ya, walaupun semua
merek-merek terkenal semacem Burberry, ZARA, dan merek lainnya udah setia
wira-wiri di mall-mall Jakarta (and seeing how globalization dominates right
now, I am starting to doubt if it's only happen in Jakarta), tapi Indonesia
belum dikenal secara baik-baik amat dan masih dipandang sebelah mata di dalam
benak beberapa orang. Untuk mengentaskan ketidaktahuan dunia akan Indonesia,
ada beberapa cara yang bisa dilakukan:
Menggencarkan
keunggulan (dalam kasus Indonesia, keunggulannya adalah wisata dan beberapa
produk ekspor. Okay, done.)
Meningkatkan
kerjasama regional, bilateral, atau multilateral (Indonesia? Cukup rajin.)
Meningkatkan taraf
kehidupan, baik dalam aspek ekonomi maupun nonekonomi.
(Dalam aspek
ekonomi, lumayan cincailah dalam 10 tahun terakhir ada peningkatan. Pendapatan
Perkapita udah sanggup mencapai $ 4000, meskipun masih kalah sama Timor Leste.)
Kali ini gue akan
membahas peningkatan taraf kehidupan dalam konteks non-ekonomi. Dan tenang aja,
gue masih muda, jadi gue nggak akan membahas serius-serius amat. Masih muda,
nggak boleh serius-serius.
Salah satu langkah
dalam menggencarkan kualitas Indonesia adalah dengan mengundang pelajar-pelajar
asing untuk singgah di Indonesia, maka itu Indonesia ikut berkecimpung sebagai
salah satu tuan rumah dalam acara pertukaran pelajar. Jujur, di zaman gue sekolah
these exchange things kurang menyentuh permukaan hidup gue, entah guenya yang
cuman sekolah-main-pulang atau memang lingkungan gue nggak begitu kondusif
untuk mendorong generasi muda seperti gue untuk ikut merantau ke negara orang.
Tanpa sadar nulis
intro udah sepanjang ini... Okay let's get straight to the core!
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jadi inti yang mau
gue sampaikan adalah, berkat berkecimpungnya Indonesia di program pertukaran
pelajar, gue bisa ketimpaan bule-bule di rumah sanak saudara.
Suatu hari yang
cerah, gue dikabari tante gue.
"Mbak, bule mau
ke rumah. 2 orang. Kemari gih."
Dan ternyata
pertukaran pelajarlah yang membawa gue ke hari dimana gue bertemu dengan
sodara-sodara yang tidak se-suku, se-agama, se-ras, dan bahkan nggak se-ayah
se-bunda.
So they were there
introducing themselves.
Jason, asal Amerika,
sebaya gue -- 19 tahun.
James, asal Taiwan,
17 tahun.
Keduanya tinggal
sementara di rumah tante gue. Tapi nggak lama, beberapa temennya ikut main ke
rumah.
Vitor, asal Brazil,
18 tahun.
Hideto, asal Jepang,
18 tahun.
Untuk beberapa hari,
mereka akan tinggal di rumah tante gue. Mereka-mereka ini udah 1 tahun menetap
di Indonesia. Jason dan Hideto di Yogyakarta, Vitor di Purwokerto (I swear he
spelled that ridiculously, di kuping gue terdengar seperti 'Puerto Rico' dan
gue ngakak. Vitor marah, "Hey I need a year to spell it correctly!"),
sementara James gue lupa di mana.
Mereka harus stay di
daerah sekitar Jakarta selama beberapa hari, karena mereka harus ikutan
konferensi sekalian closing buat batch mereka -- penutupan masa studi mereka
gitu, lah. Berhubung Tangerang adalah wilayah pinggir Jakarta -- area suburban,
jadi mereka diboyonglah ke rumah tante gue, sisanya di tempatin di Bekasi dan
Jakarta.
Dari 4 hari mereka
stay, gue cuman ketemu mereka 2 hari.
First day, nemenin
mereka ke Pondok Indah Mall. Gue sebagai orang Indonesia, dan half-Tangerang
half-Jakarta, sejujurnya, nggak suka banget ke PIM. Pegel. Macet. Dan Jauh. Dan
kayak mall banget.
Sejujurnya gue nggak
suka ke mall -- but because they were melas dan tante gue nggak tega, jadilah
gue, sepupu gue, dan tante gue memboyong mereka ke sana. Katanya sih pengen ke
sana untuk ketemu temen-temen mereka, dan really that night those boys were surrounded
by bule girls dan you know when bule meets bule, they feel like they're in
'home'. Bahasa Indonesia patah-patah yang mereka pake untuk ngomong sama gue
berubah menjadi bahasa Inggris yang slang-slang. Physical interactions happened
quite often. Mau nggak mau gue menonton itu semua dan it feels quite strange
but I knewthey were them -- they were being themselves, and I have no right to
complain about it.
In diversity, there
sould be acceptance kan?
Second day, adalah hari terakhir mereka full di Indonesia -- dan hari itu kita pergi tamasya. Tamasya-nya as simple as going to our nice city, Jakarta, ke Kota Tua.
1 American. 1 Japanese. 1 Taiwanese. 1 Brazilian. 2 Indonesian. Unity in diversity (?) |
Second day, adalah hari terakhir mereka full di Indonesia -- dan hari itu kita pergi tamasya. Tamasya-nya as simple as going to our nice city, Jakarta, ke Kota Tua.
Trip ini dimulai
dengan gue memasuki wilayah Kota Tua yang di hari Sabtu itu sangat panas dan
sumpek. Untuk para pembaca yang sekiranya bukan dari Jakarta dan jarang ke
Jakarta, let me tell you, Jakarta in Saturday is hebring! Hari Sabtu rasanya
setiap orang Jakarta keluar dari rumah dan pergi, sehingga jalanan penuh sesak,
ditambah masih banyak jiwa-jiwa worker yang kerja hari Sabtu sehingga kendaraan
umum, bahkan kereta-pun penuhnya ajib. Gue menantang James untuk nyebrang
jalanan tanpa bimbingan dan dia bilang dengan tengilnya "Aku bisa."
tapi setelah dia ada di tengah jalan, dia nyerah dan bilang "Okay, ini
seram."
Begitu menginjakan
kaki di depan museum Fatahillah, Vitor dan Jason yang mukanya emang bule
banget, langsung jadi sasaran empuk bagi cewek-cewek pribumi yang ngincer bule
untuk diajak foto bareng. Seketika mereka langsung nge-hits -- lagi jalan
tiba-tiba ilang, taunya udah ditarik sana sini untuk foto bareng. Sementara itu
James, yang notabene orang Taiwan merasa sedih. "Aku nggak diajak
foto..."
Gue menepuk bahunya,
"Nevermind, James. Jangan sedih."
Nggak tega juga
untuk bilang "Aduh, kalo yang mukanya kayak kamu, kita ada, James..."
Sementara itu Hideto
melenggang acuh nggak acuh sambil memperhatikan orang-orang berkostum yang
berdiri bak patung di depan museum.
Berkat ke Kota Tua nemenin mereka, gue jadi tau sekarang ada peraturan baru di sana: kita dikasih tas isinya sendal hotel gitu, jadi kita harus pake sendal itu, sementara sepatu kita ditaro di tas tentengan. Mungkin biar lantai nggak kotor kali ya. Dan setelah gue mengamati, ada beberapa ruangan yang sebelumnya ditutup jadi dibuka dan sebaliknya -- dan ada beberapa koleksi tambahan, semacem prasasti, yang feeling gue sebelumnya gue liat di Museum Nasional. Trek yang harus dilalui-pun berbeda.
Beberapa kali gue ke
Museum Fatahillah, beberapa kali gue jatuh cinta dan merana disana (lah?), gue
nggak akan pernah bosen memandangi whole landscape alun-alun Kota Tua dari
jendela museum yang menghadap ke depan. Angin sepoi-sepoi, suasana yang rame di
bawah sana - namun tenang di atas sini, bikin gue melankolis. Museum Fatahillah
juga mengalami improvement -- penjara kecil dengan batu bulet-bulet sekarang
nggak lagi bau pesing dan untuk pertama kalinya juga gue ngeliat penjara bawah
air.
Jujur, koleksi Museum Fatahillah nggak begitu meninggalkan kesan berarti buat gue, tapi atmosfirnya itu loh -- atmosfir syahdu-syahdu tenang ala zaman Belanda itu, gue nggak pernah nemu museum yang mampu menawarkan hal itu sama baiknya dengan Fatahillah. Walaupun gue berkali-kali ke Museum Fatahillah, there's something that makes me always be fascinated by its atmosphere, tentunya hal yang gue rasa ini lain dengan yang dirasa sama Hideto. Hideto lahir dan tinggal Osaka, Osaka itu kan banyak situs-situs bersejarah yang nggak kalah kuno dan antiknya, dia jadi kurang peka sama atmosfir Fatahillah. Wong kampung halamannya juga nggak kalah ancient-nya.
Setelah ke Museum
Fatahillah, kita keluar menuju alun-alun. Panas menyengat dan super rame. Jason
dan Vitor kembali was-was jadi inceran wanita pribumi, jadi mereka jalan
ngumpet-ngumpet. Tapi, dengan badan mereka yang 180 cm lebih, pengelihatan mana
sih yang bisa dikibulin walaupun mereka ngumpet-ngumpet? Seenggaknya,
ngumpet-ngumpetnya gue jauh lebih bagus dibanding mereka.
"Itu disana ada
cewek!," kata Jason was-was, "We need to hide, Vitor!"
"Yes!
Yes!" kata Vitor ikutan panik
Tiba-tiba ada bule
lain yang melintas dan perhatian cewek-cewek itu langsung tertuju ke bule itu.
"We're safe.
Untung mereka nggak lihat."
"You're popular
here. Kamu terkenal, enak kan?"
"Tidak, tidak
enak... Setiap jalan, ada yang minta
foto," kata Jason sedih. Duh Jason, tukeran aja sana sama James!
Setelah itu
anak-anak ini akhirnya dengan riang gembira naik sepeda. James sama Hideto, dan
Vitor sama Jason. Lucu liatnya, seolah Asian with Asian dan American with
American, sementara sepupu gue naik sama temennya (Yep, Indonesian with
Indonesian) dan gue naik sendirian (Indonesian with Ghostnesian). Awalnya cuman
naik sepeda keliling alun-alun, tapi lama-lama karena semua over-excited,
akhirnya jadilah kita menantang truk di jalan, menuju Sunda Kelapa.
Dalam soal bersepeda, gue harus mengakui kehebatan orang Jepang. Karena mereka bener-bener terbiasa naik sepeda, atau jalan kaki, atau naik subway (Hideto told me so) yang membutuhkan ATP dan kontraksi otot, Hideto mengayuh like a Japanese. Padahal sambil ketawa-tawa nggak karuan dan bercanda nggak ketulungan, dia jadi yang paling depan. Disusul dengan Jason dengan gaya American-nya bersepeda, berusaha membalap Japan. Sementara sepupu gue ada di urutan ketiga. Gue merasa ada di lomba sepeda Tour de France -- dan Hideto, sang Japanese, bersepeda paling mantap. Gue dan abang tour-guide melengos dan akhirnya gue tertinggal paling belakang, karena di antara mereka semua gue adalah yang paling mental motor.
Akibat gue yang
paling belakang dan mereka semua berapi-api banget naik sepedanya seolah ikut
Tour de France, gue ketinggalan dan nyasar. Gue nggak liat mereka belok, jadi
gue lurus aja terus, dan akhirnya gue baru sadar gue ilang pas udah sampe
Universitas Bunda Mulia. Trivia sekali lagi untuk yang nggak suka ke Ancol dan
sekitarnya, atau bukan orang Jakarta, dari Universitas Bunda Mulia ke Sunda
Kelapa itu jaraknya lumayan jauh, dan perjalanan di sana nggak nyaman -- banyak
truk gandeng, truk dump, pokoknya jenis-jenis truk pada wira-wiri di sana, plus
jalanannya ekstra berdebu dan berkelok. Tangguh banget nggak gue?
Akhirnya, bermodal
nanya dan meng-insting, gue berhasil nyampe ke Sunda Kelapa dimana semuanya
udah lelah menunggu kedatangan gue. James langsung mencibir, "Kemana kamu?
Keasyikan ya?". Udah heroik gini aksi gue ya kan, naik sepeda di tengah truk,
sampe sini dicibir... Sedih.
Setelah lelah nunggu
gue dan kita minum teh botol, akhirnya kita ke Jembatan Gantung yang dibawahnya
ada Sungai Hitam (bukan Laut Hitam loh ya). Gue sempet mendengar mereka
ngomong, "You want to swim over there?" sambil nunjuk-nunjuk sungai,
dan yang lain menimpali "Oh My God." Akhirnya James, si anak bawang
dari Taiwan yang selalu di-bully, ditarik-tarik sama temen-temennya, "Go
swim!!! Berenang sana!!!" sementara dengan melasnya James bilang "Oh
nooo!! Tidak mau, tidak mau!!! Tolong!!!" dengan gaya khas anak maminya.
Setelah itu gue ke
Toko Merah untuk meluruskan kaki setelah ikut Tour de France -- syukurlah yang
nyetir sepeda di perjalanan pulang bukan Hideto, tapi James, yang agak ngaco
nyetirnya tapi lambat, dan bukan Jason, tapi Vitor, yang karena badannya agak gemuk
jadi agak pelan nyetirnya.
Setelah balikin sepeda ke peminjam, akhirnya kita bubaran dan angkat kaki dari Kota Tua. Destinasi selanjutnya adalah ke Senayan City (Kid me not... Mall again?) untuk ketemu temen-temen mereka yang kemaren juga ikut ke PIM (again!). Dan gue terpaksa mengundurkan diri dari perjalanan ini karena mereka pasti akan pulang super malem dan gue males banget kalo harus ke mall lagi. Gue minta diturunin di stasiun Sudirman untuk kemudian lanjut melaju naik kendaraan favorit gue sedunia: kereta.
... Dan sore itu gue
dihadapkan dengan kenyataan nista bahwa berada di dalam kereta di hari Sabtu
sore adalah berada di dalam kaleng kornet: dijempet-jempet sampe penyek tanpa
belas kasihan.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Gue nggak sempet
mengucapkan goodbye secara proper, namun if I had a chance, gue akan bilang
secara personal ke mereka.
"Hideto, your
Indonesian is funny. It's like a lot of Japanese accent in your words. By the
way, walaupun gue lebih pendek, gue lebih tua dari lo, and show me some
respect, Man! Hahaha. Stop telling me I am 16! I really enjoyed the night when
we talk about manga from shounen, shoujo, until yaoi to yuri -- and AKB48 --
dan gue nggak akan pernah lupa noraknya lo pas liat gedung tinggi di Jakarta
Pusat!"
Ps: Hideto emang
nggak mempan sama atmosfir vintage karena kampung halamannya nggak kalah
vintage, tapi Hideto norak banget kalo lewat business district-nya Jakarta,
kayak jalan Sudirman dan Gatot Subroto gitu -- dia selalu excited ngeliat
gedung-gedung tinggi.
"Jason, thank
you for lifting my bicycle. That was so kind of you -- you seem like an elder
brother for me. And plus, that green Swallow sandals fit perfectly on your
feet. Selera lo milih oleh-oleh bagus dan you are soooooooooooo respectful. I
am sure you will be a great journalist, I wish you success in taking double
degree."
"Vitor, I don't
know you well, but please don't be too vulgar when you talk about girls.
Believe it or not, I could catch anything you had said though you spoke so
fast. Plus, how old is your crush? She looked like much older than me,
lol."
"James, you're
like a cute, spoiled, little mama's boy. You're so cute I could die, hahahaha.
Plus, please be strong, if they bully you, just keep a cool face, man!"
Jason is like...
Anak kecil. Waktu first day, dia sempet nyasar di PIM dan pas ketemu tante gue
dia langsung lari hebring sambil teriak "IBUUUUUUUUUUUU....." dengan
muka melas nyaris nangis, "aku nyasar dari tadi, cari Ibu nggak ketemu-ketemu".
--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Whew, what a long
post.... And take so much time to get it done!
Well, Ramadhan
Mubarak for those who are moslems.
Wassalamualaikum
warahmatullahi wabarakatuh!
XOXO
Writer
Ps: Pas ke Kota Tua sama mereka foto-foto gue ilang sebagian, jadi mohon maaf kalo ada foto yang nggak update gitu, mungkin kalo bener-bener mengamati (dan suka ke Kota Tua) bakal tau foto mana aja yang lama ;)
Ps: Pas ke Kota Tua sama mereka foto-foto gue ilang sebagian, jadi mohon maaf kalo ada foto yang nggak update gitu, mungkin kalo bener-bener mengamati (dan suka ke Kota Tua) bakal tau foto mana aja yang lama ;)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar