For best experience in desktop, zoom out the page ([CTRL + -] to 90%)

Sabtu, 05 Juli 2014

Welcome to Indonesia! Nice to See Ya!

Assalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!

Selamat pertengahan tahun semuanya!
First, give me a chance to say HAPPY BIRTHDAY JAKARTA!
Entah ya kamu udah ulang tahun yang keberapa --- jujur saya nggak hapal, tapi saya ikut mendoakan yang terbaik buat kamu.

Semoga Jakarta yang keliatannya semakin glamor seiring dengan pembangunan (khususnya mall-mall) yang sangat pesat, bisa menjadi kota yang lebih layak tinggal dan lebih manusiawi.
Semoga proyek MRT bisa berjalan lancar sehingga transportasi umum bisa jadi jauh lebih nyaman.
Semoga Transjakarta dan Commuter Line makin ciamik - khusus Commuter Line, gue berharap jumlah gerbong ditambah, karena gue udah pernah ngerasain yang namanya hari Sabtu terus disumpel kayak pepes di dalem Kereta Tanah Abang - Serpong.
Dan sebagai penumpang Commuter Line yang fanatik, masinisnya dan keretanya ditambah dong, supaya nggak perlu nunggu lama.
Semoga nggak macet dan nggak banjir lagi (kalo emang nggak bisa, ya mbok dikurangi lah...).
Semoga makin banyak pohon dan ruang hijau terbuka.
Semoga yang namanya buang-buang mayat sembarangan nggak marak terjadi lagi (loh, apa hubungannya...).

Mungkin segitu dulu ngebahas wish untuk Kota Jakarta, soalnya kalo udah ngomongin Jakarta nggak akan ada ujungnya, sama kayak cintaku padamu.
Oke, gue salah fokus lagi.
Intinya, 3 tahun gue bersekolah di Jakarta membuat gue cukup mabuk kepayang dengan segala sisi Jakarta, baik cantiknya maupun boroknya. Mulai dari kelap-kelip lampu jalanan dan gedung-gedung tinggi yang sangat fascinating setiap malam, hingga macet dan banjirnya yang luar biasa bikin gedek.
Once again, happy birthday Jakarta!
------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Oke, mungkin Jakarta hanyalah sebuah noktah kecil di peta, di mana noktah itu hanya di sadari bagi orang-orang Indonesia dan warga asing yang memiliki kesan akan Jakarta. Sisanya, nggak tau Jakarta dimana, nggak tau Jakarta adalah bagian dari Indonesia - atau bahkan taunya Bali adalah ibukota Indonesia, atau bahkan cenderung mengabaikan adanya negara kepulauan yang besar di atas Australia.

Ya, walaupun semua merek-merek terkenal semacem Burberry, ZARA, dan merek lainnya udah setia wira-wiri di mall-mall Jakarta (and seeing how globalization dominates right now, I am starting to doubt if it's only happen in Jakarta), tapi Indonesia belum dikenal secara baik-baik amat dan masih dipandang sebelah mata di dalam benak beberapa orang. Untuk mengentaskan ketidaktahuan dunia akan Indonesia, ada beberapa cara yang bisa dilakukan:

Menggencarkan keunggulan (dalam kasus Indonesia, keunggulannya adalah wisata dan beberapa produk ekspor. Okay, done.)
Meningkatkan kerjasama regional, bilateral, atau multilateral (Indonesia? Cukup rajin.)
Meningkatkan taraf kehidupan, baik dalam aspek ekonomi maupun nonekonomi.
(Dalam aspek ekonomi, lumayan cincailah dalam 10 tahun terakhir ada peningkatan. Pendapatan Perkapita udah sanggup mencapai $ 4000, meskipun masih kalah sama Timor Leste.)

Kali ini gue akan membahas peningkatan taraf kehidupan dalam konteks non-ekonomi. Dan tenang aja, gue masih muda, jadi gue nggak akan membahas serius-serius amat. Masih muda, nggak boleh serius-serius.

Salah satu langkah dalam menggencarkan kualitas Indonesia adalah dengan mengundang pelajar-pelajar asing untuk singgah di Indonesia, maka itu Indonesia ikut berkecimpung sebagai salah satu tuan rumah dalam acara pertukaran pelajar. Jujur, di zaman gue sekolah these exchange things kurang menyentuh permukaan hidup gue, entah guenya yang cuman sekolah-main-pulang atau memang lingkungan gue nggak begitu kondusif untuk mendorong generasi muda seperti gue untuk ikut merantau ke negara orang.

Tanpa sadar nulis intro udah sepanjang ini... Okay let's get straight to the core!
--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jadi inti yang mau gue sampaikan adalah, berkat berkecimpungnya Indonesia di program pertukaran pelajar, gue bisa ketimpaan bule-bule di rumah sanak saudara.

Suatu hari yang cerah, gue dikabari tante gue.
"Mbak, bule mau ke rumah. 2 orang. Kemari gih."
Dan ternyata pertukaran pelajarlah yang membawa gue ke hari dimana gue bertemu dengan sodara-sodara yang tidak se-suku, se-agama, se-ras, dan bahkan nggak se-ayah se-bunda.

So they were there introducing themselves.
Jason, asal Amerika, sebaya gue -- 19 tahun.
James, asal Taiwan, 17 tahun.
Keduanya tinggal sementara di rumah tante gue. Tapi nggak lama, beberapa temennya ikut main ke rumah.
Vitor, asal Brazil, 18 tahun.
Hideto, asal Jepang, 18 tahun.

Untuk beberapa hari, mereka akan tinggal di rumah tante gue. Mereka-mereka ini udah 1 tahun menetap di Indonesia. Jason dan Hideto di Yogyakarta, Vitor di Purwokerto (I swear he spelled that ridiculously, di kuping gue terdengar seperti 'Puerto Rico' dan gue ngakak. Vitor marah, "Hey I need a year to spell it correctly!"), sementara James gue lupa di mana.
Mereka harus stay di daerah sekitar Jakarta selama beberapa hari, karena mereka harus ikutan konferensi sekalian closing buat batch mereka -- penutupan masa studi mereka gitu, lah. Berhubung Tangerang adalah wilayah pinggir Jakarta -- area suburban, jadi mereka diboyonglah ke rumah tante gue, sisanya di tempatin di Bekasi dan Jakarta.

Dari 4 hari mereka stay, gue cuman ketemu mereka 2 hari.
First day, nemenin mereka ke Pondok Indah Mall. Gue sebagai orang Indonesia, dan half-Tangerang half-Jakarta, sejujurnya, nggak suka banget ke PIM. Pegel. Macet. Dan Jauh. Dan kayak mall banget.

Sejujurnya gue nggak suka ke mall -- but because they were melas dan tante gue nggak tega, jadilah gue, sepupu gue, dan tante gue memboyong mereka ke sana. Katanya sih pengen ke sana untuk ketemu temen-temen mereka, dan really that night those boys were surrounded by bule girls dan you know when bule meets bule, they feel like they're in 'home'. Bahasa Indonesia patah-patah yang mereka pake untuk ngomong sama gue berubah menjadi bahasa Inggris yang slang-slang. Physical interactions happened quite often. Mau nggak mau gue menonton itu semua dan it feels quite strange but I knewthey were them -- they were being themselves, and I have no right to complain about it.
In diversity, there sould be acceptance kan?


1 American. 1 Japanese. 1 Taiwanese. 1 Brazilian. 2 Indonesian. Unity in diversity (?)

Second day, adalah hari terakhir mereka full di Indonesia -- dan hari itu kita pergi tamasya. Tamasya-nya as simple as going to our nice city, Jakarta, ke Kota Tua.

Trip ini dimulai dengan gue memasuki wilayah Kota Tua yang di hari Sabtu itu sangat panas dan sumpek. Untuk para pembaca yang sekiranya bukan dari Jakarta dan jarang ke Jakarta, let me tell you, Jakarta in Saturday is hebring! Hari Sabtu rasanya setiap orang Jakarta keluar dari rumah dan pergi, sehingga jalanan penuh sesak, ditambah masih banyak jiwa-jiwa worker yang kerja hari Sabtu sehingga kendaraan umum, bahkan kereta-pun penuhnya ajib. Gue menantang James untuk nyebrang jalanan tanpa bimbingan dan dia bilang dengan tengilnya "Aku bisa." tapi setelah dia ada di tengah jalan, dia nyerah dan bilang "Okay, ini seram."

Begitu menginjakan kaki di depan museum Fatahillah, Vitor dan Jason yang mukanya emang bule banget, langsung jadi sasaran empuk bagi cewek-cewek pribumi yang ngincer bule untuk diajak foto bareng. Seketika mereka langsung nge-hits -- lagi jalan tiba-tiba ilang, taunya udah ditarik sana sini untuk foto bareng. Sementara itu James, yang notabene orang Taiwan merasa sedih. "Aku nggak diajak foto..."
Gue menepuk bahunya, "Nevermind, James. Jangan sedih."
Nggak tega juga untuk bilang "Aduh, kalo yang mukanya kayak kamu, kita ada, James..."
Sementara itu Hideto melenggang acuh nggak acuh sambil memperhatikan orang-orang berkostum yang berdiri bak patung di depan museum.





Berkat ke Kota Tua nemenin mereka, gue jadi tau sekarang ada peraturan baru di sana: kita dikasih tas isinya sendal hotel gitu, jadi kita harus pake sendal itu, sementara sepatu kita ditaro di tas tentengan. Mungkin biar lantai nggak kotor kali ya. Dan setelah gue mengamati, ada beberapa ruangan yang sebelumnya ditutup jadi dibuka dan sebaliknya -- dan ada beberapa koleksi tambahan, semacem prasasti, yang feeling gue sebelumnya gue liat di Museum Nasional. Trek yang harus dilalui-pun berbeda.

Beberapa kali gue ke Museum Fatahillah, beberapa kali gue jatuh cinta dan merana disana (lah?), gue nggak akan pernah bosen memandangi whole landscape alun-alun Kota Tua dari jendela museum yang menghadap ke depan. Angin sepoi-sepoi, suasana yang rame di bawah sana - namun tenang di atas sini, bikin gue melankolis. Museum Fatahillah juga mengalami improvement -- penjara kecil dengan batu bulet-bulet sekarang nggak lagi bau pesing dan untuk pertama kalinya juga gue ngeliat penjara bawah air.






Jujur, koleksi Museum Fatahillah nggak begitu meninggalkan kesan berarti buat gue, tapi atmosfirnya itu loh -- atmosfir syahdu-syahdu tenang ala zaman Belanda itu, gue nggak pernah nemu museum yang mampu menawarkan hal itu sama baiknya dengan Fatahillah. Walaupun gue berkali-kali ke Museum Fatahillah, there's something that makes me always be fascinated by its atmosphere, tentunya hal yang gue rasa ini lain dengan yang dirasa sama Hideto. Hideto lahir dan tinggal Osaka, Osaka itu kan banyak situs-situs bersejarah yang nggak kalah kuno dan antiknya, dia jadi kurang peka sama atmosfir Fatahillah. Wong kampung halamannya juga nggak kalah ancient-nya.





Setelah ke Museum Fatahillah, kita keluar menuju alun-alun. Panas menyengat dan super rame. Jason dan Vitor kembali was-was jadi inceran wanita pribumi, jadi mereka jalan ngumpet-ngumpet. Tapi, dengan badan mereka yang 180 cm lebih, pengelihatan mana sih yang bisa dikibulin walaupun mereka ngumpet-ngumpet? Seenggaknya, ngumpet-ngumpetnya gue jauh lebih bagus dibanding mereka.

"Itu disana ada cewek!," kata Jason was-was, "We need to hide, Vitor!"
"Yes! Yes!" kata Vitor ikutan panik
Tiba-tiba ada bule lain yang melintas dan perhatian cewek-cewek itu langsung tertuju ke bule itu.
"We're safe. Untung mereka nggak lihat."
"You're popular here. Kamu terkenal, enak kan?"
"Tidak, tidak enak... Setiap jalan, ada  yang minta foto," kata Jason sedih. Duh Jason, tukeran aja sana sama James!

Setelah itu anak-anak ini akhirnya dengan riang gembira naik sepeda. James sama Hideto, dan Vitor sama Jason. Lucu liatnya, seolah Asian with Asian dan American with American, sementara sepupu gue naik sama temennya (Yep, Indonesian with Indonesian) dan gue naik sendirian (Indonesian with Ghostnesian). Awalnya cuman naik sepeda keliling alun-alun, tapi lama-lama karena semua over-excited, akhirnya jadilah kita menantang truk di jalan, menuju Sunda Kelapa.




Dalam soal bersepeda, gue harus mengakui kehebatan orang Jepang. Karena mereka bener-bener terbiasa naik sepeda, atau jalan kaki, atau naik subway (Hideto told me so) yang membutuhkan ATP dan kontraksi otot, Hideto mengayuh like a Japanese. Padahal sambil ketawa-tawa nggak karuan dan bercanda nggak ketulungan, dia jadi yang paling depan. Disusul dengan Jason dengan gaya American-nya bersepeda, berusaha membalap Japan. Sementara sepupu gue ada di urutan ketiga. Gue merasa ada di lomba sepeda Tour de France -- dan Hideto, sang Japanese, bersepeda paling mantap. Gue dan abang tour-guide melengos dan akhirnya gue tertinggal paling belakang, karena di antara mereka semua gue adalah yang paling mental motor.

Akibat gue yang paling belakang dan mereka semua berapi-api banget naik sepedanya seolah ikut Tour de France, gue ketinggalan dan nyasar. Gue nggak liat mereka belok, jadi gue lurus aja terus, dan akhirnya gue baru sadar gue ilang pas udah sampe Universitas Bunda Mulia. Trivia sekali lagi untuk yang nggak suka ke Ancol dan sekitarnya, atau bukan orang Jakarta, dari Universitas Bunda Mulia ke Sunda Kelapa itu jaraknya lumayan jauh, dan perjalanan di sana nggak nyaman -- banyak truk gandeng, truk dump, pokoknya jenis-jenis truk pada wira-wiri di sana, plus jalanannya ekstra berdebu dan berkelok. Tangguh banget nggak gue?

Akhirnya, bermodal nanya dan meng-insting, gue berhasil nyampe ke Sunda Kelapa dimana semuanya udah lelah menunggu kedatangan gue. James langsung mencibir, "Kemana kamu? Keasyikan ya?". Udah heroik gini aksi gue ya kan, naik sepeda di tengah truk, sampe sini dicibir... Sedih.

Setelah lelah nunggu gue dan kita minum teh botol, akhirnya kita ke Jembatan Gantung yang dibawahnya ada Sungai Hitam (bukan Laut Hitam loh ya). Gue sempet mendengar mereka ngomong, "You want to swim over there?" sambil nunjuk-nunjuk sungai, dan yang lain menimpali "Oh My God." Akhirnya James, si anak bawang dari Taiwan yang selalu di-bully, ditarik-tarik sama temen-temennya, "Go swim!!! Berenang sana!!!" sementara dengan melasnya James bilang "Oh nooo!! Tidak mau, tidak mau!!! Tolong!!!" dengan gaya khas anak maminya.



Setelah itu gue ke Toko Merah untuk meluruskan kaki setelah ikut Tour de France -- syukurlah yang nyetir sepeda di perjalanan pulang bukan Hideto, tapi James, yang agak ngaco nyetirnya tapi lambat, dan bukan Jason, tapi Vitor, yang karena badannya agak gemuk jadi agak pelan nyetirnya.



Duo Asia yang sangat kompak ngegowes dan sangat gila juga.




Setelah balikin sepeda ke peminjam, akhirnya kita bubaran dan angkat kaki dari Kota Tua. Destinasi selanjutnya adalah ke Senayan City (Kid me not... Mall again?) untuk ketemu temen-temen mereka yang kemaren juga ikut ke PIM (again!). Dan gue terpaksa mengundurkan diri dari perjalanan ini karena mereka pasti akan pulang super malem dan gue males banget kalo harus ke mall lagi. Gue minta diturunin di stasiun Sudirman untuk kemudian lanjut melaju naik kendaraan favorit gue sedunia: kereta.

... Dan sore itu gue dihadapkan dengan kenyataan nista bahwa berada di dalam kereta di hari Sabtu sore adalah berada di dalam kaleng kornet: dijempet-jempet sampe penyek tanpa belas kasihan.

--------------------------------------------------------------------------------------------------------

Gue nggak sempet mengucapkan goodbye secara proper, namun if I had a chance, gue akan bilang secara personal ke mereka.

"Hideto, your Indonesian is funny. It's like a lot of Japanese accent in your words. By the way, walaupun gue lebih pendek, gue lebih tua dari lo, and show me some respect, Man! Hahaha. Stop telling me I am 16! I really enjoyed the night when we talk about manga from shounen, shoujo, until yaoi to yuri -- and AKB48 -- dan gue nggak akan pernah lupa noraknya lo pas liat gedung tinggi di Jakarta Pusat!"

Ps: Hideto emang nggak mempan sama atmosfir vintage karena kampung halamannya nggak kalah vintage, tapi Hideto norak banget kalo lewat business district-nya Jakarta, kayak jalan Sudirman dan Gatot Subroto gitu -- dia selalu excited ngeliat gedung-gedung tinggi.

"Jason, thank you for lifting my bicycle. That was so kind of you -- you seem like an elder brother for me. And plus, that green Swallow sandals fit perfectly on your feet. Selera lo milih oleh-oleh bagus dan you are soooooooooooo respectful. I am sure you will be a great journalist, I wish you success in taking double degree."

"Vitor, I don't know you well, but please don't be too vulgar when you talk about girls. Believe it or not, I could catch anything you had said though you spoke so fast. Plus, how old is your crush? She looked like much older than me, lol."

"James, you're like a cute, spoiled, little mama's boy. You're so cute I could die, hahahaha. Plus, please be strong, if they bully you, just keep a cool face, man!"
Jason is like... Anak kecil. Waktu first day, dia sempet nyasar di PIM dan pas ketemu tante gue dia langsung lari hebring sambil teriak "IBUUUUUUUUUUUU....." dengan muka melas nyaris nangis, "aku nyasar dari tadi, cari Ibu nggak ketemu-ketemu".


--------------------------------------------------------------------------------------------------------
Whew, what a long post.... And take so much time to get it done!
Well, Ramadhan Mubarak for those who are moslems.

Wassalamualaikum warahmatullahi wabarakatuh!
XOXO
Writer

Ps: Pas ke Kota Tua sama mereka foto-foto gue ilang sebagian, jadi mohon maaf kalo ada foto yang nggak update gitu, mungkin kalo bener-bener mengamati (dan suka ke Kota Tua) bakal tau foto mana aja yang lama ;)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar