For best experience in desktop, zoom out the page ([CTRL + -] to 90%)

Kamis, 31 Desember 2015

Tentang Fragile Melancholy: Sebuah Kedangkalan yang Saya Sayangi.

Assalamualaikum warrahmatullahi wabarakatuh!

… Um, hello.
Selamat pagi semua, dari sebuah pagi di Bulan Desember di pinggiran Tangerang.
Jadi I am officially saying:


Selamat datang kembali, Desember.
Bulan yang penuh perwujudan harapan bagi orang-orang yang menderita selama kemarau, fragmen-fragmen doa dan tetes air mata dari para petani dan paru-paru manusia yang sudah lama di peluk debu asap. Bulan yang entah kenapa, walaupun selalu berhujan, tapi orang nggak kapok untuk punya plan wisata. Bulan penuh refleksi dan flashback -- karena letaknya di akhir dan bersinggungan dengan tahun yang baru. Ya, Desember lagi, Desember lagi.

Dan tentunya,
Bye-bye Desember. It's your last day, anyway…

Eh iya.
Mau ngucapin selamat dulu untuk saudara sesama umat muslim, selamat hari kelahiran Nabi Muhammad SAW -- berkat dilahirkannya ia, kita bisa mendapat iluminasi dalam kehidupan dan sebuah prinsip untuk ditegakan.

Selanjutnya, mau ngucapin selamat juga untuk khalayak yang merayakan Natal, semoga damai selalu menyelimuti hati kalian semua.

Selanjutnya, mau ngucapin juga selamat hari ibu untuk semua ibu di dunia. Pada dasarnya semua ibu-ibu yang mungkin menyebalkan di jalan adalah seorang ibu dan pahlawan bagi keluarganya. Jadi, mari kesampingkan sejenak banyolan Dagelan mengenai kelemahan ibu-ibu dalam mengemudi...

Selanjutnya, mau ngucapin juga selamat datang liburan bagi semua insan pelajar dan mahasiswa! Gue sebenernya udah libur dari awal Desember tapi karena gue nggak mau sombong (lol), jadi gue tunda ngucapinnya sampe khalayak Path gue semua ngepost liburan. Pesan gue, liburan bagi pelajar dan mahasiswa itu adalah sebuah giving yang nggak ternilai harganya -- maka, nikmatilah! Hal ini terlintas di pikiran gue setelah gue dengerin siaran radio yang isinya adalah orang-orang kantoran yang curhat sedih karena cutinya nggak di approve, dan juga setelah dokter-dokter di kampus cerita bahwa mereka harus kerja dengan lacking of year-end holiday…

-------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Jadi…
Well…
I have so much things to say that my fingers can't type well -- mostly mengenai menghilangnya gue selama berbulan-bulan (walaupun nggak ada yang nyariin juga sih).

Jadi…
Selama berbulan-bulan ini gue berkecimpung ke dalam jenis kesibukan yang gue nggak sukai -- to be honest. Selain belajar untuk 2 blok ber-SKS terbesar dalam hidup gue (syaraf dan kandungan), gue juga harus bikin penulisan ilmiah, yang membuat waktu gue terbagi-bagi juga untuk revisi dan ketemu dosen pembimbing (plus nungguin beliau datang dari pekerjaannya yang sibuk luar biasa). Selain itu, gue juga kemarin sempet jadi mentor di penerimaan mahasiswa baru. Jadi ya… there was enough evidence to say I was such a busy person these past 6 months.

Maybe the essence of growing up is including coping with your disliked business, abandoning what you like for a while, and at least finish them well so you can reunite with those things you like.
Just like I'm reunited with this blog.

Selama 6 bulan terakhir gue juga lacking of adequate traveling. Terakhir kali gue traveling yang gue catat adalah ke Leuwi Hejo, yang bulan Juni gue post di sini, which is… 6 bulan yang lalu. Sisa liburan kemarin berlalu seperti angin dan tiba-tiba gue terbangun dan udah masuk semester 5. Yang gue percayai adalah gue kurang budget di liburan kemarin dan kurang atur waktu -- jadi to be noted di tahun 2016, gue harus lebih rajin menabung (dan lebih tidak rajin untuk mengambil uang yang sudah ditabung) supaya liburan yang adekuat bisa gue dapatkan. Huft.

Tapi, emang kayaknya nggak gue banget kalo nggak nyoba-nyoba sesekali escape dari ke hectic-an.
Jadi, bulan Oktober kemarin, di tengah-tengah hectic-nya blok syaraf campur kejiwaan, ada yang ngajakin untuk escape ke Bandung mendadak. Di kamus gue, biasanya yang direncakan baik-baik malah akan batal, sementara yang mendadak akan jadi tidak terlupakan. Dengan budget minim, gue meluncur ke Bandung -- salah satu kota yang tidak terlalu gue sukai karena terlalu banyak kisah sedih di sana -- setelah ujian blok syaraf. 2 hari 1 malem yang lacking of sleep itu akhirnya merubah pandangan gue soal Bandung.
Ternyata Bandung nggak seburuk itu.
Ternyata Bandung cantik juga kalau dilihat-lihat.
Ternyata kamu hanya butuh berpergian dengan manusia-manusia yang tepat.

Di perjalanan pulang dari Bandung, di Tol Cipularang, gue berpikir:

Maybe it's not the place that's bad, or time that's wrong -- maybe you're just being there with wrong people -- so it biases the beauty and leaves a bad trail in your memory.

Dan iya, selesai ujian yang super penat, Bandung menawarkan sejenis petualangan yang aman dan cinta sesaat. Rasanya kayak: kamu udah pacaran lama, jenuh, terus tiba-tiba ketemu sama yang nyegerin dan menjalani hubungan yang nyegerin. Selama di Bandung, gue komat-kamit pengen ngepost blog pasca perjalanan, tapi karena setelah itu masih harus revisi-revisi, hasrat menulis yang menggebu-gebu itu euforianya nggak sampai ke jari. Jadilah foto-foto keliling jantung kota Bandung dan insiden nabrak batu di trotoar terus nyaris jatoh dan diketawain segerombolan orang yang lagi naik bis tingkat nggak tayang di blog.


\




------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jadi…
I've been wondering lately.

It's been 7 years since the first time I wrote post here and it was a quite long journey.

Waktu itu gue masih SMP kelas 2: sedang dimabuk cinta (dan galau -- ya, generasi galau sucks) dan berusaha mengikuti ke hits-an si gebetan. Itulah susahnya kalo naksir sama gebetan yang nge-hits dan mengikuti trend: ketika orang lain pindah ke facebook, so did him, so did I. Ketika orang lain menulis blog, so did him, so did I -- walau post ABG generasi galau jaman dulu cuman:

Hi fellas.
Sakit banget hari ini gue dicuekin. Mungkin gue harus lebih cuek lagi supaya dia peka :(
Ah gue lagi nggak mood nulis.
Bye

Sesuatu sependek itu yang kalo kamu nge-hits, bisa dapet ratusan followers blog.


Piece of past that's embarrassing to admit -- but I ever did that, so...

Akhirnya gue membuat blog -- gampang sebenernya buatnya, tapi toh gue pura-pura nggak bisa biar diajarin cara bikinnya sama gebetan. Awalnya, gue nggak berniat untuk terlalu jatuh di dalamnya -- tapi ternyata, saat gebetan akhirnya pindah ke tumblr, gue nggak bisa pindah dari blog.

Blog ini terus berevolusi. Mulai dari pakai template yang plek-plekan ngambil dari yang di provide blogger, berkembang menjadi template yang dikembangkan designer template, sampai akhirnya gue merasa lebih cocok dengan yang plain dan akhirnya gue punya keberanian untuk menuangkan sendiri grafis-grafis hasil ngutak-ngatik photoshop dengan skill yang ngepas aja. Nggak papa skill ngepas, asal bisa merepresentasikan seperti apa pemilik blog ini.

Secara konten, blog ini mengikuti perkembangan emosional gue -- mulai dari masih labil (jatuh cinta, terluka, jadian, putus, pasti ada percikan galaunya disini), hingga mulai berorientasi acara (kayak pas SMA), dan berorientasi perjalanan, campur keseharian, dan sedikit POV berbagai hal dari gue. Secara konten, gue masih ingin berevolusi. Ingin menjadikan tulisan gue lebih dewasa dan lebih 'berbobot' -- lebih membuka wawasan dan memberi banyak. Syukur-syukur kalo bisa bikin orang tercerahkan walau kontennya bukan berdakwah. Bisa dibilang, gue ingin beropini, mengungkapkan point of view gue dengan lebih lugas dan lebih jujur.

Satu pos di tahun 2013-pun gue luncurkan. Sebuah pos di bulan Desember -- satu pos yang gue buat terjujur dan teropini, dan untuk pertama kalinya menuai beberapa dislikes. Walaupun gue tahu hidup itu nggak cuman ngelike atau setuju, melainkan juga ada dislike dan disagreement, tapi tetap dislikes ini membuat gue cukup kapok untuk mengungkapkan sesuatu yang fully jujur, terbuka mengenai hidup gue. Jadilah gue berkecimpung lebih banyak di masalah trip atau event-event tertentu, yang gue selipkan POV ala gue.

Tapi seperti yang kalian liat (if anyone read this), gue meletakan nasib blog ini di tangan perjalanan dan acara -- yang notabene kalau nggak ada acara dan nggak ada jalan-jalan, gue agak bingung untuk nulis apa. Padahal, kalau gue pintar mengemas opini, pasti akan ada banyak hal untuk dibicarakan. Satu hari itu 24 jam, dan setiap detiknya mengandung kejadian. Ada berapa kejadian, sudut pandang, dan dinamika yang dapat diproses dalam satu hari? Banyak. Tidak terhingga malah. Kalau hal-hal ini bisa gue kemas dengan baik, gue tampilkan magnitude dan bobotnya, pasti akan jadi sesuatu yang layak tulis dan layak baca. Sayangnya, I am not gifted with that.

"Balik lagi ke self-branding," kata seseorang yang lobus frontalis dan sistem limbiknya lebih berkembang dari gue.

"Mungkin kamu kalau nulis yang jujur itu masih raw -- harus dipoles. Kalo nggak ya mungkin pangsa blog kamu emang kurang cocok dengan bahasan yang seperti itu."

"Ya kamu harus cari apa yang kamu suka -- mau jadi orang seperti apa di blog? Mau jago apa? Self-branding."

Jadi, setelah pembicaraan kecil dengan seseorang yang lobus frontalis dan sistem limbiknya lebih berkembang dari gue, gue menyadari beberapa hal:

Setiap orang terspesialisasi. Kalo liat film superhero dari Marvel atau DC Comics: even superheroes have different super powers. Spiderman, spesialisasinya semua yang berbau laba-laba. Nggak megang palu penghancur. Nggak juga bisa menghilang. Semuanya terspesialisasi, berbeda. Sama seperti kasus gue: semua orang bisa menulis, misalnya. Tapi ada yang bagus mengemas opini pribadi terhadap hal sederhana jadi sesuatu yang cerdas, ada yang bagus nulis acara dan review tempat, bahkan ada juga yang bagus mengemas cerita ngalor-ngidul. Gue mungkin bisa kagum dengan tetangga (tumblr) sebelah yang bisa membuat POV yang bagus dan cerdas sekali, dan mungkin bisa  mencoba seperti dia -- tapi hasilnya nggak akan seenak kalau gue nulis-nulis ala gue gini: tulisan yang agak dangkal, nggak berat, jokes yang nggak lucu, dan kemelankolisan yang diselip-selipkan di antara tulisan.

Dan dari perihal blog dan menulis ini, gue juga jadi lebih mengenali diri gue sendiri: mungkin gue bukan orang yang bisa diajak ngomong yang terlalu berat -- perdamaian dunia, politik, mengomentari birokrasi, bukan juga orang bisa membuat statement super cerdas dan berbobot sampai orang gatel pengen mencintai atau membenci statement gue -- mungkin gue tidak secerdas itu -- tidak sedewasa itu, tidak se-berevolusi itu, atau mungkin belum. Tapi seenggaknya, gue masih bisa mencoba menjadi orang yang menyenangkan dan menyamankan, eh.
--------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Jadi di akhir post ini, gue ingin menyampaikan juga beberapa hal:

Terima kasih ya, buat semua yang baca blog ini -- Mau bacanya dari jaman baheula kek, mau baru anak kemarin sore -- kalian jadi silent reader aja udah ikut mengobarkan api di dalam jiwa gue untuk memprovide gaya tulis yang lebih 'nyaman' lagi.

Terima kasih yang lebih besar juga gue sampaikan, terutama untuk mereka yang menegur "Dina, kok nggak ngepost-ngepost sih?", "Ditunggu postnya dong!", "Blog nggak di-update-update", sampe mereka yang lugas mengomentari "Dina, tulisannya kekecilan.", "Dina intronya kepanjangan", "Blog lo galau banget anjir.", "Din, baper banget sih post lo."… Terima kasih untuk terus berkomentar dan ikut berkontribusi membentuk sistem limbik dari blog ini.

Sekali lagi, selamat datang di Fragile Melancholy.

Selamat datang di blog yang intronya panjang, kadang berbuah menjadi curcol -- selamat berkecimpung ke dalam frasa-frasa melankolis yang gue selipkan, seperti ranjau darat yang tidak terlihat, yang sekali salah injak, akan membuat lo flashback, tertohok, atau setidaknya, mengganggap gue orang yang baper dan geliin.

Selamat menatapi foto-foto yang gue sajikan -- yang tidak dihasilkan dengan begitu bagus, tapi cukup untuk mengelabui panjangnya post yang lo baca.

Selamat berkenalan dengan gue, orang yang suka ngeluh kuliah, suka kabur-kabur rekreasi, orang dengan argumentasi dangkal, jokes nggak lucu, dan sekali lagi, orang yang lumayan suka sok-sok puitis melankolis. Semoga mengenal gue (dan blog ini) dalam hidup lo bukan sebuah kesalahan dan semoga kehadiran blog ini bisa diproses di sistem hipokampal lo sehingga bisa masuk ke memori jangka panjang.

Semoga Fragile Melancholy dapat selalu membuat kalian nyaman.

Untuk kalian yang membaca,
Love,

Writer.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar